Artikel Kiai Afifuddin Muhajir dimuat Koran al-Jumhuriyah, Mesir tentang Puasa.

Artikel Kiai Afifuddin Muhajir dimuat Koran al-Jumhuriyah, Mesir tentang Puasa.

Alhamdamdulillah, Ramadan kali ini kita masih diberi kesehatan dan diberikan kesempatan untuk mencicipi nikmatnya puasa bagi yang menikmati. Ramadan kali ini ada berita yang menggembirakan. Sebab salah satu artikel Kiai Afifuddin Muhajir, Wakil Rais Aam PBNU dan Naib Mudir Ma’had Aly Situbondo di muat di salah satu koran ternama Mesir, Aljumhuriyah edisi 28 Maret 2023. Selain beliau ada juga tulisan Grand Mufti Mesir, Syaikh Syawqi Allam.

Artikel Kiai Afifuddin Muhajir dimuat Koran al-Jumhuriyah, Mesir
  • Facebook
  • Twitter
  • Pinterest
Artikel Kiai Afifuddin Muhajir dimuat Koran al-Jumhuriyah, Mesir

Artikel ringan itu merupakan refleksi Kiai Afifuddin Muhajir tentang puasa. Judul tulisan beliau adalah Al-Shaum Ishlah li al-Suluk al-Insani (Puasa memperbaiki jalan (spiritualitas) manusia, Red). akan saya kutipkan sedikit tentang tulisan beliau – semoga tidak salah menerjemahkannya,’

“… Diantara faidah atau manfaat puasa yang bersifat duniawi adalah sehat, bersifat protektif maupun implementatif, hifdlan wa ijadan, sebagaimana dalam sabda Nabi Muhammad, “Berpuasalah maka akan sehat”. Dan pihak dokter sudah mengonfirmasi akan kebenaran kandungan hadis tersebut”.

Itulah sekelumit isi artikel beliau, yang sengaja hanya dikutip sedikit sebab khawatir tambah banyak kesalahan dalam menerjemahkannya. Yang menarik dari hadis yang dikutip oleh Kiai Afifuddin Muhajir tentang puasa membuat sehat adalah cakupan sehat yang tidak hanya sempit pada kesehatan badan, melainkan seluruh unsur yang membentuk manusia. Misalnya kesehatan  akal, hati, perasaan dan ruh, terlebih kesehatan spiritual yang meliputi keseluruhan unsur.

Oleh sebab itu, Kiai Afifuddin Muhajir menandaskan bahwa kendatipun puasa memiliki manfaat menyehatkan tetapi puasa tidak disyariatkan lantaran hal tersebut. Sebab, tujuan disyariatkan puasa sendiri tiada lain kecuali untuk penghambaan manusia kepada Tuhan dan merealisasikan kehambaan tersebut dengan puasa dan keluar dari kungkungan sifat kemanusiaan yang bersifat materi.

Puasa sebagai simbol kepasrahan dan ketundukan dari sang hamba terhadap perintah dan larangan Tuhannya bukan mempertanyakan hikmah dan rahasia yang berada di balik perintah maupun larangan tersebut. Dalam konteks puasa, orang yang berpuasa mengumumkan ketundukannya terhadap perintah Tuhan dengan cara meninggalkan makanan, minuman, dan syahwat birahi semata-mata mencari rida Allah swt.

Terakhir, bersyukur atas terbitnya artikel ringan Kiai Afifuddin muhajir di koran ternama, Mesir. Hal ini menunjukkan bahwa ulama-ulama kita lambat laun mulai diakui dalam kancah internasional yang seharusnya berkiprah ke arah yang lebih luas (internasional) setelah sekian lama sering kali “dikucilkan” dalam pemikiran keislaman?

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest