<strong>Benarkah Menghentikan Hujan Karamah Wali?</strong>

Benarkah Menghentikan Hujan Karamah Wali?

Oleh: Yoeki Hendra
(Mahasantri Ma’had Aly Situbondo Marhalah Tsaniyah)

Sempat heboh di dunia maya, seorang pawang hujan bernama Rara Isti Wulandari memperlihatkan aksi heroiknya saat menghentikan guyuran hujan hingga balapan MotoGP di Mandalika-pun dapat digelar dengan cuaca yang baik.

Terlepas dari keyakinan umat beragama, Islam telah mengenal aksi-aksi aneh yang yang secara logika tidak bisa dinalar, Istilah familiarnya adalah karamah. Bahkan Islam memperkenalkannya secara terbuka untuk khalayak umum. Dan seringkali karamah itu diidentikkan dengan para wali Allah yaitu hamba-hamba yang terpilih menjadi kekasih-kekasih-Nya.

Bagi sebagian masyarakat, hal-hal aneh yang tak masuk akal-lah yang pertama kali terbesit saat mendengar kata wali. Meskipun sesungguhnya hal aneh yang serupa juga banyak dilakukan oleh pemuja-pemuja setan. Hal inilah yang sepertinya menjadi salah satu penyebab munculnya perdebatan ulama tentang karamah para wali. Di mana satu pihak mengakui, di pihak lain justru menegasi.

Pada umumnya pihak yang tidak mengakui adanya karamah adalah kalangan yang sejak awal telah merasa asing dengan istilah wali dan menganggap karamah wali seakan menandingi mukjizat yang hanya bisa dilakukan oleh para Nabi.

Syekh Mahfuz at-Tarmasi, salah seorang ulama kebanggaan Tanah Air, menaruh perhatian khusus tentang karamah para wali itu hingga menulis sebuah karya yang bertajuk “Bughyatul Azkiya’ fil Bahtsi ‘An Karamatil Auliya’”.

Terkait dengan aksi yang dilakukan Rara si pawang hujan yang diduga bisa mengendalikan hingga membuat hujan reda, tak ubahnya seperti karamah seorang wali Allah yang disebutkan oleh Syekh Mahfuz dalam kitabnya di atas. Bahwa di antara bentuk karamah yang Allah berikan kepada wali-wali-Nya adalah bisa mengendalikan sesuatu seperti mengendalikan hujan untuk turun dan bahkan berhenti.

Namun, apakah lantas kita akan berkata bahwa aksi Rara itu merupakan sebuah karamah yang tentunya secara tidak langsung kita mengakuinya sebagai wali Allah? Tidak semudah itu menjadi seorang kekasih Allah, bisa melakukan aksi luar biasa bukanlah syarat menjadi seorang wali Allah swt.

Imam al-Qusyairi sebagaimana yang dikutip oleh Syekh Mahfuz at-Tarmasi, mengatakan bahwa kata wali memiliki dua kemungkinan makna dan salah satunya adalah bahwa term wali mengikuti bentuk fa’ilun yang bermakna maf’ulun (objek) sehingga wali itu adalah:

مَنْ يَتَوَلَّى اللهُ سُبْحَانَهُ أَمْرَهُ

“Orang-orang yang pengendali urusannya adalah Allah swt.”

Pemaknaan ini selaras dengan QS. al-A’raf [7] 196, di sana Allah berfirman:

اِنَّ وَلِيِّ َۧ اللّٰهُ الَّذِيْ نَزَّلَ الْكِتٰبَۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصّٰلِحِيْنَ

Sesungguhnya pelindungku (Muhammad) adalah Allah yang telah menurunkan kitab (al-Quran). Dialah yang melindungi orang-orang saleh” (QS. Al-A’raf [7]: 196).

Allah swt. melalui firman-Nya di atas menambahkan bahwa Diri-Nya tidak hanya sebagai pelindung (pengendali urusan) Rasul-Nya, tetapi juga melindungi dan mengendalikan urusan hamba-hamba-Nya yang saleh. Dan merekalah wali-wali Allah itu. Dengan demikan, seperti yang disebutkan oleh Syekh Mahfuz at-Tarmasi:

فَلَا يَكِلُهُ اِلَى نَفْسِهِ لَحْظَةً بَلْ يَتَوَلَّى الحَقُّ سُبْحَانَهُ رِعَايَتَهُ

Tidak sedikitpun urusan-urusan mereka (para wali Allah) diserahkan kepada nafsu dirinya, melainkan Allah swt. lah yang langsung mengendalikan semua urusan mereka”.

Atas dasar pemaknaan ini, ciri utama para wali adalah selalu bersama Allah dan seluruh hidup mereka sepenuhnya untuk kepentingan Allah hingga mereka seakan telah terkendalikan oleh Zat-Nya. Pertanyaannya adalah apakah Rara si pawang hujan itu seorang yang selalu dekat dengan Allah? Sekiranya jawaban pertanyaan ini cukup membuat kita paham aksi heroik yang dilakukan Rara si pawang hujan itu. Wallahu a’alam. [m slhsfr]

Image by creativeart on Freepik

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest