Ketentuan Qada Puasa bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Ketentuan Qada Puasa bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Di antara golongan yang boleh tidak menunaikan puasa Ramadan adalah ibu hamil dan menyusui. Sudah barang tentu mereka diharuskan mengganti/mengqada puasa yang ia tinggalkan tersebut di luar Ramadan.

Kewajiban mengganti puasa ini berdasarkan al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 184;

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan orang miskin.”

Ayat tersebut menjelaskan mengenai hukum keringanan tidak berpuasa bagi orang yang sakit, berhalangan, atau sedang perjalanan. Ibu hamil dan menyusui masuk dalam kategori sakit karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk berpuasa.

Qadla’ Puasa Bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Ibu hamil dan menyusui yang boleh tidak berpuasa terbagi ke dalam tiga golongan;

Pertama, Ibu hamil dan menyusi yang tidak berpuasa karena khawatir kepada dirinya.

Kedua, ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir kepada diri dan bayinya.

Ketiga, ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir kepada bayinya saja.

Untuk golongan pertama dan kedua yang wajib dilakukan adalah mengqadla’ puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya. Sementara untuk golongan ketiga, selain wajib mengqadla’ juga wajib membayar fidyah sejumlah puasa yang ditinggalkan.

Hal ini sebagaimana penjelasan Imam al-Qalyubi dalam kitab Hasyiyata Qalyubi Wa Umairah Juz II halaman 86;

(وَأَمَّا الْحَامِلُ وَالْمُرْضِعُ فَإِنْ أَفْطَرَتَا خَوْفًا) مِنْ الصَّوْمِ. (عَلَى نَفْسِهِمَا) وَحْدَهُمَا أَوْ مَعَ وَلَدَيْهِمَا كَمَا قَالَهُ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ. (وَجَبَ) عَلَيْهِمَا (الْقَضَاءُ بِلَا فِدْيَةٍ) كَالْمَرِيضِ. (أَوْ) (عَلَى الْوَلَدِ) أَيْ وَلَدِ كُلٍّ مِنْهُمَا (لَزِمَتْهُمَا) مَعَ الْقَضَاءِ (الْفِدْيَةُ فِي الْأَظْهَرِ)

“Ibu hamil dan menyusui ketika tidak berpuasa karena khawatir pada diri mereka, atau khawatir pada diri mereka dan bayi mereka (seperti yang diungkapkan dalam kitab Syarh al-Muhazzab), maka wajib mengqadla’ puasa saja tanpa perlu membayar fidyah seperti halnya orang yang sakit. Sedangkan ketika khawatir pada kandungan atau bayi mereka, maka wajib mengqadla’ puasa sekaligus membayar fidyah.”

Waktu Pelaksanaan Qadla’ dan Pembayaran Fidyah

Waktu pelaksanaan qada puasa bagi ibu hamil dan menyusui dimulai sejak berakhirnya bulan Ramadan sampai hari terakhir sebelum bulan ramadhan datang kembali. Namun disunahkan untuk segera mengqada hutang puasa setiap ada kesempatan agar segera terbebas dari tanggungan.

Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam kitab Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu juz III halaman 1735;

وَوَقْتُ قَضَاءِ رَمَضَانَ: مَا بَعْدَ انْتِهَائِهِ إِلَى مَجِيْءِ رَمَضَانَ الْمُقْبِلِ، وَيُنْدَبُ تَعْجِيْلُ الْقَضَاءِ إِبْرَاءً لِلذِّمَّةِ وَمُسَارِعَةً إِلَى إِسْقَاطِ الْوَاجِبِ، وَيَجِبُ الْعَزْمُ عَلَى قَضَاءِ كُلِّ عِبَادَةٍ إِذَا لَمْ يَفْعَلْهَا فَوْراً، وَيَتَعَيَّنُ الْقَضَاءُ فًوْراً إِذًا بَقِيَ مِنَ الْوَقْتِ لِحُلُوْلِ رَمَضَانِ الثَّانِي بِقَدْرِ مَا فَاتَهُ

“Waktu qadla’ hutang puasa adalah sejak berakhirnya bulan ramdhan sampai datang ramadhan lagi dan disunnahkan menyegerakan qadla’ puasa agar segera terbebas dari kewajiban. Bila tidak segera mengqadla’ maka wajib bertekad untuk mengqadla’ puasa. Kemudian apabila waktu yang tersisa sejumlah dengan banyaknya hutang puasa maka saat itu wajib segera mengqadla’ puasa.”

“Meski demikian qadla’ puasa tidak boleh dilakukan pada hari-hari yang diharamkan puasa seperti hari raya dan seterusnya. Oleh-karena itu qadla’ puasa yang diakukan pada hari-hari yang diharamkan puasa, hukumnya tidak sah sehingga tidak menggugurkan kewajiban qadla’ puasa.” lanjut Syekh Wahbah al-Zuhaili.

Sedangkan pembayaran fidyah bagi ibu hamil dan menyusui bisa dikeluarkan setelah subuh untuk setiap hari puasa, bisa setelah terbenamnya matahari di malam harinya, dan bisa diakhirkan di hari berikutnya atau bahkan di luar bulan ramadhan.

Sebagiamana keterangan Syekh Nawawi al-Banteni dalam kitabnya Qut al-Habib al-Gharib halaman 223;

وَلاَ يَجُوْزُ) لِلْهَرَمِ وَالزّمِنُ وَمُسِنٌّ اِشْتَدَّتْ مَشَقَّةُ الصَّوْمِ عَلَیْهِ وَلِلْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ (تَعْجِيْلُ الْمُدُّ قَبْلَ رَمَضَانَ) بَلْ لَا يَجُوْزُ تَعْجِیْلُ فِدْيَةُ يَوْمٍ قَبْلَ دُخُوْلِ لَيْلَتِهِ، كَمَا لَا يَجُوْزُ تَعْجِيْلُ الزَّكًاةِ لِعَامَيْنِ. (وَيَجُوْزُ) التَّعْجِيْلُ (بَعْدَ فَجْرِ كُلِّ يَوْمٍ) مِنْ رَمَضَانَ، بَلْ يَجُوْزُ بَعْدَ غُرُوْبِ الشَّمْسِ فِي لَيْلَةِ كُلِّ يَوْمٍ بَلْ يُنْدَبُ فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ

“Tidak boleh bagi orang sangat tua, orang pincang, orang berumur yang mengalami kepayahan berpuasa, ibu hamil dan ibu menyusui, mempercepat penunaian fidyah satu mud sebelum Ramadhan, bahkan tidak boleh mempercepat fidyah untuk hari tertentu sebelum memasuki malamnya, sebagaimana tidak boleh mempercepat penunaian zakat untuk masa dua tahun. Boleh mempercepat fidyah setelah terbitnya fajar pada masing-masing hari dari bulan Ramadhan, bahkan boleh mempercepat fidyah setelah terbenamnya matahari di waktu malam untuk setiap harinya, bahkan sunah ditunaikan di permulaan malam”.

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest