Refleksi Santri: Arti Lain Tradisi Maulid Nabi

Refleksi Santri: Arti Lain Tradisi Maulid Nabi

Mengutip KH. Afifuddin Muhajir di laman FB pribadinya, beliau menukil perkataan salah seorang sahabat Nabi yang bernama Abu Sufyan ra.

ما رأيتُ أحدًا يحبّ أحدًا كما يحبّ أصحابُ محمدٍ محمدً

“Saya tidak pernah melihat seseorang mencintai seseorang seperti cintanya sehabat Muhammad kepada Muhammad”. Untaian kata ini mengisyarahkan betapa besarnya cinta para sahabat kepada Nabi Muhammad, karena memang Nabi Muhammad adalah penebar cinta dan rahmat. Demikian, cinta itu terus ditransformasikan kepada para umatnya secara turun temurun. Dari generasi Sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in dan seterusnya hingga kepada umatnya saat ini.

Adapun mengekspresikan cinta pada-Nya banyak macamnya. Di antaranya adalah perayaan kelahiran Nabi Muhammad saw setiap tahun, pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal, atau lebih dikenal dengan Maulid/Molodhen (Madura-Red). Bahkan, dalam seremonial perayaan kelahiran Nabi itu hampir setiap daerah memiliki tradisi yang khas yang berbeda satu sama lain, namun memiliki tujuan yang sama, yakni mengekspresikan cinta-Nya pada-Nya.

Tradisi Konjengan Molod

Momentum Maulid Nabi dijadikan ajang silaturahmi antar warga sekitar. Tradisi perayaan ini bagi orang Madura, Sampang khususnya, seringkali dilakukan secara individu kendatipun sangat sederhana tanpa seremonial yang mewah; semisal mengundang da’i kondang yang bisa menghabiskan biaya tidak sedikit. Mereka cukup mengundang segelintir tetangganya sesuai kemampuannya menyediakan berkat.

Namun sesekali juga dilakukan secara kelompok dari beberapa tetangga yang berdekatan. Dan yang paling meriah, ketika Maulid dirayakan di masjid setempat. Pasalnya, seluruh masyarakat berkolaborasi saling membantu semampunya untuk menyiapkan acara tersebut. Adapun biayanya dipungut dari sumbangan masyarakat setempat seikhlasnya dan mengundang da’I kondang. Biasanya, dilakukan pas tanggal 12 atau akhir bulan Rabi’ul Awwal setelah seluruh masyarakat selesai menggelar maulid secara individu.

Bagi orang Madura, khususnya desa penulis di Sampang, pada bulan maulid ini akan sibuk dengan silaturahmi dalam rangka menghadiri undangan yang biasanya diistilahkan dengan “konjengan molod” (undangan maulid). Bisa dipastikan, hampir setiap hari pasti ada undangan tersebut. Biasanya pagi hari, sore hari dan malam hari. Bahkan sesekali terjadi terus-menerus seharian.

Sebagaimana kita tahu, rangkaian acara dalam perayaan maulid adalah lantunan sholawat yang di haturkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad saw. Sebagai substansi nya, yang dipandu oleh kiai-kiai langgar. Kemudian dilanjutkan dengan doa yang diamini oleh para hadirin. Terakhir, yang tidak kalah penting adalah sedekah yang dibungkus dengan istilah berkat, selain pemberian nasi yang dihidangkan untuk dimakan di tempat.

Arti Lain Maulid Bagi “Kami”

Oleh sebab itu, jika kita telisik tradisi “konjengan molod” – khususnya di daerah penulis – dari kacamata ekonomi, sesungguhnya tradisi ini cukup membantu dalam perekonomian keluarga. Bayangkan saja selama sebulan penuh, terkadang bisa lebih, seorang warga tidak perlu repot-repot menghabiskan uang belanja untuk masak tiap harinya. Jika diakumulasi dalam sebulan maka sudah barang tentu sangat meringankan atau memperkecil pengeluaran. Apa lagi, biasanya menu pada acara perayaan maulid lumayan mewah – untuk standar masyarakat penulis.

Di sisi lain, acara maulid juga mempererat hubungan antar warga. Misalnya, seseorang akan ikut membantu menyiapkan segala hal yang dibutuhkan dalam acara tersebut ketika tetangganya akan merayakannya. Mulai dari persiapan tempat, dan masakan yang akan disedekahkan. Tidak hanya itu, “konjengan” juga menjadi momen istimewa tersendiri sebagian kalangan.

  • Facebook
  • Twitter
  • Pinterest
santri putra saat melantukan sholawat kepada Nabi

Arti Lain Maulid Bagi Para Santri

Di pesantren misalnya, perayaan Maulid Nabi digelar secara serentak oleh alumni dan santri pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal yang di isi dengan bacaan-bacaan sejarah kehidupan Nabi Muhammad. Ditambah dengan tausiyah yang disampaikan para alim-ulama. Acara ini biasa disebut dengan istilah maulid akbar atau umum. Sebelumnya, sudah ada perayaan maulid nabi yang diselenggarakan secara khusus untuk santri atau dan alumni.

Bagi santri khususnya, maulid bukan hanya perayaan kelahiran Nabi, melainkan juga sebagai simbol bahwa masa belajar mereka di pesantren sudah mencapai setengah tahun. Capaian ini perlu diapresiasi karena tidak semua orang mampu melewatinya dengan segala aturan yang ketat dan kegiatan yang sangat padat.

Dalam hal ini, ada sebagian pesantren yang mengambil inisiatif untuk meliburkan para santrinya sejenak di rumah masing-masing seperti Nurul Jadid Paiton, Sidogiri dan pesantren lainnya yang tersebar di seluruh bumi Nusantara ini, dan adakalanya hanya diliburkan dari kegiatan yang super padat namun tetap menetap di pesantren, misalnya Salafiyah Syafi’iyah dan lain-lain. inilah berkah yang sangat terasa bagi santri khsusunya.

Maulid Nabi, bagi santri, adalah masa untuk merefresh diri dan menyiapkan segenap mental dan tenaga dalam rangka melanjutkan perjalanan mencari ilmu di pesantren hingga masa liburan panjang tiba, yaitu bulan puasa. Momentum maulid merupakan masa untuk berhela sejenak dari kepenatan belajar dan mengabdi, kesuntukan, dan kebosanan yang hinggap saat mengarungi ilmu di pesantren selama setengah tahun.

Namun demikian, dalam melestarikan tradisi maulid, sejatinya tujuannya sama, yaitu mengekspresikan cinta-Nya pada-Nya. Kendati cintanya muncul sebab kisah-kisah kehidupan Nabi yang disampaikan para kiai, dan membaca kitab sejarah. Perbedaan telak dengan cintanya para sahabat yang menyaksikan langsung keteladanan Kanjeng Nabi. Maka tak mengherankan, jika Abu Sufyan mengatakan bahwa cintanya para sahabat kepada Nabi amatlah besar, bahkan mengalahkan cintanya pada dirinya sendiri. (M Soleh Shofier)

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest