Tamhidiyah Calon Alumni (TCA) Khusus Mahad Aly

Tamhdiyah Calon Alumni atau disingkat TCA sukses dilakukan di Mahad Aly Situbondo. Acara ini berisi pembekalan nilai-nilai ke-NU-an dan kepesantrenan kepada santri yang telah merampungkan masa studinya dan akan terjun ke masyarakat.

TCA kali ini dibilang edisi khusus, sebab tidak seperti TCA biasanya yang digelar selama tiga hari dan di pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah al-As’adiyah Belikeran. TCA khusus ini hanya diikuti oleh santri Mahad Aly, bertempat di Mahad Aly dan istimewanya hanya dilaksanakan selama satu hari.

Sejatinya, tujuan TCA ini adalah demi menanamkan trilogi perjuangan Iksass yang terinspirasi dari wasiat Kiai As’ad, yaitu santri harus turut mengurusi pendidikan, NU dan ekonomi umat. Oleh sebab itu, acara ini diisi pembahasan secara panjang lebar mengenai trilogi itu.

Acara TCA dibagi menjadi lima sesi: sesi pertama dengan narasumber Ustad Khoiruddin membahas tentang ke-NU-an. Beliau memeinta para peserta yang sudah terbagi dalam lima kelompok untuk membahas tema-tema yang sudah dibagikan. Beliau menyebut pula loyalitas Kiai As’ad kepada NU. Bahwa seluruh tubuh Kiai As’ad adalah NU, mulai dari sum-sum, tulang, daging dan darah Kiai As’ad adalah NU, menjadi teladan bagi para santri untuk juga berjuang di dalam NU. Dilanjutkan sesi kedua membahas tentang ekonomi umat yang dibawakan oleh Bapak Hariyono, sampai adzan dhuhur berkumandang.

Setelah jeda dhuhur, Dr. Maskuri mengisi materi ideologi kepesantrenan dan keiksassan di sesi ketiga. Beliau banyak bercerita tentang perjuangan serta nilai dan prinsip perjuangan Kiai Fawaid dalam kancah politik dan terutama di dalam Iksass. Organisasi yang menjadi pemersatu para santri dan alumni ini didirikan oleh Kiai Fawaid pada 1 Maret, dan kemudian diresmikan oleh Kiai As’ad pada 1 Oktober 1988. Beliau juga bercerita sebab mengapa Iksass kemudian pecah menjadi dua, Iksass santri dan Iksass alumi, yang berawal dari adanya kontra antara idealisme santri dan pragmatisme alumni. Pemisahan itu akhirnya terjadi setelah melewati berbagai diskusi dan setelah melakukan mubes yang ke-7 dengan profil dan tujuan yang berbeda di antara keduanya. Bila Iksass alumni berorientasi pada kegiatan sosial kemasyarakatan, Iksass santri berfokus kepada kaderisasi.

Dilanjutkan sesi keempat mengenai media sosial dan tantangannya. Sesi ini menunujukkan bagaimana media sosial yang dimiliki Iksass yang memuat konten-konten islami dan informasi seputar santri dan pondok pesantren masih sepi pengunjung. Padahal alumni pondok pesantren sudah mencapai ribuan bahkan ratusan ribu. Media sosial sekarang juga menjadi media jihad melawan paham-paham sesat, radikal dan liberal. Santri atau alumni harus bisa mengambil peran di dunia yang sudah ada di dalam genggaman tangan.

Sesi terakhir, setelah Ashar diisi bersama Lora Muhammad Jufri dengan tajuk satu jam bersama ahlul bait. Beliau berharap agar santri yang akan boyong untuk tetap terus menjaga hubungan dengan pondok pesantren. Tidak boleh selangkah pun ia keluar dari rombongan Salafiyah-Syafi’iyah Situbondo. Beliau berharap juga agar ilmu yang didapat di pondok untuk senantiasa diamalkan, meskipun sedikit, karena itu adalah tanda keberkahan. Terakhir, beliau menjelaskan santri yang akan pulang untuk segara kawin, karena umur itu suka tiba-tiba. Tiba-tiba sudah 22, tiba-tiba sudah 23 dan tiba-tiba tidak terasa sudah 30 tahun.

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest

Exit mobile version