Betapa Muskil Ketika Perempuan Lebih Berbahaya dari Setan Terkutuk

Betapa Muskil Ketika Perempuan Lebih Berbahaya dari Setan Terkutuk

Tipu muslihat perempuan itu lebih berbahaya dari pada tipu daya setan”. Sering kali kita mendengar statement itu yang diidentikkan kepada makhluk Tuhan berkelamin perempuan. Sekilas saja, pernyataan itu sesungguhnya susah dicerna oleh nalar nya orang-orang yang (menggunakan) akal. Bagaimana mungkin perempuan sebagai makhluk Tuhan yang dimuliakan lebih berbahaya dari pada setan yang terkutuk? Sungguh musykil!

Anehnya, semboyan itu cukup masyhur. Tidak hanya populer, pun diyakini, termasuk di kalangan pesantren? Faktanya, pernyataan seperti di atas diadopsi ke dalam kitab-kitab tafsir sehingga mengecoh tidak sedikit para pembaca dan tanpa sadar terkonstruksi stigma negatif terhadap perempuan melalui narasi-narasi seperti di atas.

Sekedar contoh, misalnya, cuitan Syeh al-Shawi dalam Hayiah tafsir Jalalin dari sebagian orang (laki-laki pastinya) yang mengatakan.

أنا أخاف من النساء أكثر مما أخاف من الشيطان

Aku lebih takut kepada (tipu daya) perempuan dari pada ketakutanku kepada setan”.

Bahkan, Syeh al-Shawi sendiri ikut menjustifikasi stigma tersebut dengan mengajukan agrumentasi. Mulai dari yang rasioanal (mungkin) hatta pretensi dari Alquran, yang kemudian kitab suci itu seolah mengafirmasi kebenaran stigma untuk perempuan.

Beliau menandaskan, tipu daya perempuan memang lebih berbahaya dari pada setan sebab perempuan merupakan tali-temali (alat) setan untuk menjerumuskan manusia (laki-laki) dalam jurang dosa. Artinya, tipu daya yang timbul dari Perempuan memiliki dua tendensi sekaligus, yaitu tipu daya dari perempuan itu sendiri, dan ditambah dengan tipu daya dari setan. Sementara itu, muslihat yang muncul dari setan hanya timbul dari setan itu sendiri tanpa pendorong lainnya. [Hasyiah As-Shawi: 2/247]

Tidak berhenti disitu, beliau juga mengutip ayat Alquran bahwa godaan, tipuan dan rayuan perempuan sangat berbahaya, setidaknya tertera dalam surah Yusuf [12] ayat 28;

…إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ (28)} [يوسف: 28]

“…sesungguhnya tipu daya mu (perempuan) amatlah berat” (QS. Yusuf [12] 28).

Adapun ayat lain yang menjadi bandingan ayat di atas, ayat yang memberi tahu bahwa godaan setan sangatlah lemah dan tidak ada apa-apanya, yaitu tercantum dalam surah An-Nisa ayat [4] 76;

…إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا (76)} [النساء: 76]

“… sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah” [QS. An-Nisa [4] 76]

Dari dua ayat itulah lalu disimpulkan bahwa perempuan lebih berbahaya dari pada Setan. Sekilas tampak cocok stigma itu disematkan kepada perempuan. Padahal, jika ditelisik kembali semacam ada keganjilan, kemusykilan dan kejanggalan.

Mengapa begitu? Karena kesimpulan seperti itu jelas keliru. sebab orang yang menyimpulkan tidak melihat konteks dari kedua ayat tersebut, atau bahkan memang secara sengaja dan sadar mengabaikan konteksnya demi mencocok-logikan stigma-sigma negatif terhadap perempuan.

M. Quraish Shihab menjelaskan konteks dua ayat tersebut. menurutnya, konteks dua ayat itu berbeda, tidak berkaitan satu sama lain. karena konteks dalam surah Yusuf adalah menujukkan perempuan tertentu (Zulaikha) yang sangat dicintai oleh suaminya (Abd Aziz). Akan tetapi, ia melakukan serong dengan Nabi Yusuf (pemuda yang dipaksa berhubungan dengannya). Sementara itu, suaminya enggan menuduh sang istri melakukan selingkuh secara langsung serta lebih memilih memendam rasa sakitnya, (M. Quraish Shihab, Perempuan: 49).

Maka wajar, bila salah satu ulama tafsir, Syaraf al-Din al-Husain bin Abdillah al-Thayyi (w. 743 H) dalam kitabnya Futuh al-Ghaib Fi al-Kasyf  menandaskan bahwa kesimpulan yang memojokkan perempuan itu perlu ditinjau ulang. Sebab, kandungan ayat yang tertera dalam surah Yusuf itu tidak berhubungan dengan Tuhan meski berada dalam Alquran. Melainkan berhubungan dengan manusia (suami) sehingga sangat wajar kalau hal tersebut terasa berat karena yang merasakan adalah manusia bukan Tuhan.

Berbeda dengan konteks di atas, konteks ayat surah An-Nisa adalah Firman Allah dan hubungannya kepada Allah. Artinya, tipu daya yang dilancarkan oleh setan terasa lemah bagi Allah sebagai Dzat yang Maha Kuat. Di sisi lain tipu daya setan itu adalah dasar dari tipu daya perempuan sehingga tidak bisa dikatakan tipu daya perempuan lebih berbahaya ketimbang setan, (Futuh al-Ghaib Fi al-Kasyf : 8/310).

فتوح الغيب في الكشف عن قناع الريب (حاشية الطيبي على الكشاف) (8/ 310)

قوله: (لأن الله تعالى يقول: (إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفاً) [النساء: 76]، وقال للنساء: (إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ))، الانتصاف: “وفيه نظر؛ لأن الذي في هذه الآية من كلام العزيز، فيمكن أن تكون حكايته تصحيحاً لكلامه لا تحقيقاً، وقوله تعالى: ((إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفاً) مقابل بكيد الله، فحقه أن يكون ضعيفاً، ولأن كيد الشيطان أصل لكيد النساء، فلا يكون كيدهن أعظم”

Oleh karena itu, dua ayat yang dijadikan argumentasi untuk menjustifikasi streotipe negatif kepada perempuan tersebut tidak tepat karena konteks kedua ayat itu berlainan dan tidak memiliki korelasi satu sama lain.

Stigma-stigma negatif terhadap perempuan pada dasarnya lahir dari budaya patriarki yang dicoba untuk diintegrasikan dengan ajaran agama sehingga seolah agama mengafirmasinya. Dengan demikian, tidak bisa dikatakan, “Tipu muslihat perempuan lebih berbahaya dari pada setan” apa lagi dengan dalih agama. Karena perempuan merupakan makhluk Tuhan yang dimuliakan, perempuan juga manusia yang memiliki tugas sama dengan laki-laki, yaitu menjadi hamba Tuhan semata dan menjadi Khalifah di muka bumi. (M. Soleh Shofier).

Image by wirestock</a> on Freepik

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest