Dr. Imam Nakhe’i; Mawaddah dan Rahmah

Dr. Imam Nakhe’i; Mawaddah dan Rahmah

Sebagaimana ditegaskan sebelumnya, bahwa Tuhan menegasikan praktik-praktik nikah (penyaluran seksual) yang bertentangan dengan fitrah manusia. Di sisi lain, Tuhan melegalkan nikah sebagai satu-satunya solusi untuk menyalurkan kebutuhan seksual hambanya. 

Akan tetapi, nikah tidak semata-mata persoalan seksual. Ada tujuan yang lebih agung dari pada hubungan seksual yaitu sakinah. Muara dari itu semua, hamba itu akan bersyukur kepada Tuhan sebab telah memberikan sakinah, ketentraman dan kedamaian dari arah pasangannya, baik laki-laki maupun perempuan.

karena menikah merupakan hal yang serius, Tuhan mengistilahkan nikah dengan perjanjian yang kuat (Mitsaqan Ghalizan). Hal ini menggambarkan nikah bukan semata komitmen hanya untuk memuaskan kebutuhan biologis. Tuhan menekankan kepada seorang suami istri agar terus menjaga perjanjian yang mereka ikat dengan kalimat Tuhan (nikah dan tazwij). 

Oleh sebab itu, Tuhan menciptakan seperangkat alat kepada seluruh suami istri agar menjaga perjanjian nikah tersebut. Dengan alat itu hamba yang menjelani mahligai rumah tangga mencapai tujuan-tujuan yang telah dijanjikan tuhan dan pada akhirnya keduanya, suami-istri, bisa berpadu dalam perjanjian suci dan bersyukur kepada Allah swt.

Adapun alat yang diciptakan oleh Tuhan adalah mawaddah dan rahmah. Kedua sifat ini sudah tertanam kuat dalam diri seseorang, baik laki-laki maupun perempuan. Kedua sifat itu tidak akan pernah hilang dari diri seseorang, yang ada hanya tertutupi oleh kesalahan-kesalahan dari masing-masing pasangan sehingga perlu dibuka kembali. Dalam Al-Quran, Allah Berfirman;

{[الروم: 21] وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ } 

“Dan Allah menjadikan diantara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya dalam hal itu, ada tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang berfikir”

Pengertian Mawaddah dan Rahmah

Terjemahan kedua kata di atas sebagaimana berkembang di masyarakat umum adalah “cinta” dan “kasih sayang”. Meskipun tidak seluruhnya salah namun pemaknaannya tidak sesederhana itu. Ulama sendiri masih berselisih mengenai kata mawaddah dan rahmah. M. Quraish Shihab mengartikulasikan kata mawaddah sebagai cinta plus

Lebih lanjut, M. Quraish Shihab mengatakan, mawaddah adalah jalan menuju terabaikannya pengutamaan kepentingan dan kenikmatan pribadi untuk siapa yang tertuju padanya mawaddah itu. karena itu, siapa yang memiliki mawaddah, dia tidak akan memutuskan hubungan apa pun yang terjadi. Makna kata mawaddah mirip dengan makna kata rahmah. Bedanya, jika orang yang dirahmati itu dalam keadaan lemah atau butuh. Sementara mawaddah tertuju kepada mereka yang juga kuat. 

Pendapat lain dilontarkan oleh Imam Mujahid dan Ikrimah yang berpendapat bahwa kata mawaddah merupakan kata ganti dari al-mujama’ah (bersetubuh) dan kata rahmah adalah ganti dari kata walad (anak).

Sebagian ulama ada yang berpendapat, sebagaimana dikutip oleh Syeh Nawawi al-Bantani, bahwa mawaddah yaitu cinta yang tumbuh dari anak yang lebih muda kepada orang yang lebih dewasa. Sedangkan rahmah adalah cinta yang tumbuh dari orang dewasa kepada orang yang lebih muda.

Perbedaan Mawaddah dan Rahmah

Namun, jika  diamati dari pemaparan mereka tentang mawaddah dan rahmah maka sesungguhnya antara kedua kata itu memiliki perbedaan yang signifikan. Setidaknya, ada tiga perbedaan yang membedakannya. Yaitu dari aspek definisi, sumber dan manifestasi atau mengekspresikan keduanya. 

Pertama, Dari segi definisi, mawaddah adalah perasaan cinta yang muncul demi kebahagiaan dirinya sendiri. Sementara Rahmah adalah perasaan cinta yang tumbuh demi kebahagiaan orang yang dicintai.

Dr. Imam Nakha’i memberi pengertian Mawaddah bermakna aku mencintaimu agar aku bahagia (halatu hajati nafsihi). Rahmah bermakna aku meyanyangimu agar engkau bahagia (halatu hajati shahibihi ilaihi). 

Kedua, sementara kalau dilihat dari segi sumbernya, mawaddah lahir dan tumbuh dari naluri seksual dan relasi material. Sementara rahmah tumbuh sebab keterpaduan jiwa dan relasi ruhiyah. 

Terakhir, perbedaan mawaddah dan rahmah dari segi mengekspresikannya. Jika dipandang dari segi mengekspresikan keduanya maka mawaddah termanifestasi dalam keinginan seseorang untuk terus-menerus menampakkan cintanya itu dan juga ingin terlihat sempurna karena berkaitan dengan kebahagiaan dirinya sendiri.

Berbeda dengan rahmah yang terekspresikan dengan sederhana, yaitu keinginan untuk melindungi, menghormati, menyelamatkan orang yang dikasihi dari segala ancaman dan hal yang menyakiti meski yang dikasihi belum tentu sebaliknya. 

kesimpulannya, antara mawaddah dan rahmah merupakan dua hal yang berbeda namun tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Keduanya berfungsi secara berkelindan untuk terus menerus mendorong sepasang suami-istri mencapai tujuan hakiki dalam pernikahannya yaitu sakinah.

Kedua sifat itu laksana sepasang sayap yang terus-menerus mengepakkan agar bisa terbang membawa mahligai rumah tangga.

Dengan adanya dua sifat ini maka sangat potensial pertalian nikah akan semakin kuat dan terus terpelihara. Akan tetapi, bukan berarti dua sifat ini terus terbuka dan “segar”. Terkadang kedua sifat tersebut akan layu dalam hati setiap suami istri karena disebabkan kesalahan-kesalahan dari keduanya, yang kemudian menyebabkan hilangnya sakinah, dan pada akhirnya pertalian nikah terlepas dan rumah tangga hancur. 

Maka dari itu, diperlukan ada tindakan-tindakan yang sekiranya memupuk sifat mawaddah dan rahmah agar selalu bersemi dan berseri di hati sepasang suami istri. Oleh karena itu, Allah tidak hanya menciptakan mawaddah wa rahmah melainkan memberikan beberapa prinsip dalam pernikahan supaya terus memantik perasaan mawaddah dan rahmah ini, yang kemudian mencapai sakinah serta tali nikah mengencang terikat dan keluarga/rumah tangga menjadi kokoh.

Adapun prinsip-prinsip dalam pernikahan tersebut antara lain musyawarah, saling rela, adil dan semacamnya. (M Soleh Shofier)

One thought on “Dr. Imam Nakhe’i; Mawaddah dan Rahmah”

  1. Sangat membantu bagi pembaca dengan adanya artikel ini klok bisa ulasan” kitab syekh abuya bin alwi al-maliki yg membahas tentang perempuan klok bisa muat juga donk ust

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest