Hikmah di Balik Calon Istri yang Perawan

Hikmah di Balik Calon Istri yang Perawan

Dalam literatur fikih klasik dijelaskan bahwa calon istri yang masih perawan itu lebih utama dibandingkan dengan calon yang sudah pernah bersuami atau janda. Ada beberapa riwayat dari hadis-hadis Nabi Muhammad saw. untuk menguatkan keterangan tersebut. Dalam kitab Al-Sunan Al-Kubra lil Baihaqi [7/130] meriwayatkan hadis Nabi yang menganjurkan untuk menikahi perempuan yang masih perawan.

قَالَ رَسُولُ اللهِ صلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ، فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا، وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا، وَأَرْضَى بِالْيَسِيرِ “

“Rasulullah bersabda, “hendaklah atas kalian (mencari calon istri) yang masih perawan karena sesungguhnya mereka lebih lemah lembut bicaranya, lebih subur dan lebih rela terhadap rizki yang seidikit” [H.R. Al-Baihaqi]

Selain hadis di atas, ada hadis lain yang sejalan dengan hadis tersebut. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim;

هَلَّا أَخَذْتَ بِكْرًا تُلَاعِبُهَا وَتُلَاعِبُكَ

“Mengapa kau tidak memilih (istri) yang perawan yang bisa bermain-main dengannya dan dia bermain-main dengan-mu” [Muttafaq Alaih].

Dari dua riwayat di atas ulama-ulama fikih menyimpulkan bahwa calon yang masih perawan itu lebih utama dibandingkan dengan calon yang sudah bersuami. Anjuran syariat untuk memilih calon yang masih perawan ternyata mengandung hikmah dibaliknya. Setidaknya, Syeh Sulaiman Al-Bujairami dalam kitabnya Hasyiah Al-Bujairami Ala Al-Khatib [3/361] menyebutkan tiga faidah mengapa dianjurkan memilih calon yang perawan.

Pertama, perempuan akan mencintai dan menyayanginya suami pertama lantara tabiatnya menarik untuk berlaku kasih dengan cinta pertamanya. Sementara wanita-wanita yang sudah banyak (kawin) disentuh laki-laki terkadang membandingkan antara suami pertama dan kedua sebab tidak senang dengan sebagian sifat-sifatnya yang menyalahi apa yang disukai. Oleh karenanya.

Faidah kedua, karena dengan calon istri yang masih perawan kasih sayang suami terhadap istrinya lebih sempurna. Ketiga, perempuan tidak akan rindu kecuali suami yang pertama. Hal ini, sebagaimana ditegaskan oleh beliau sebagai berikut;

وَفِي الْبَكَارَةِ ثَلَاثَةُ فَوَائِدَ: إحْدَاهُمَا أَنْ تُحِبَّ الزَّوْجَ الْأَوَّلَ وَتَأْلَفَهُ وَالطِّبَاعُ مَجْبُولَةٌ عَلَى الْأُنْسِ بِأَوَّلِ مَأْلُوفٍ، وَأَمَّا الَّتِي مَارَسَتْ الرِّجَالَ فَرُبَّمَا لَا تَرْضَى بِبَعْضِ الْأَوْصَافِ الَّتِي تُخَالِفُ مَا أَلِفَتْهُ فَتَكْرَهُ الزَّوْجَ الثَّانِيَ. الْفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ: أَنَّ ذَلِكَ أَكْمَلُ فِي مَوَدَّتِهِ لَهَا. الثَّالِثَةُ: لَا تَحِنُّ إلَّا لِلزَّوْجِ الْأَوَّلِ

“Dalam calon yang perawan ada tiga faidah. Pertama, perempuan akan mencintai suami pertama dan menyayanginya dan tabiatnya menarik untuk berlaku kasih dengan awal orang yang dikasihi. Sementara wanita-wanita yang sudah banyak (kawin) disentuh laki-laki terkadang tidak rela dengan sebagian sifat-sifat yang menyalahi terhadap yang disukai. Oleh karenanya, tidak suka kepada suami keduanya. Faidah kedua, karena dengan perawan lebih sempurna kasih sayang suami terhadap istrinya. Ketiga, perempuan tidak akan rindu kecuali suami yang pertama”

Syeh Sulaiman Al-Bujairami juga mengutip sebuah syair untuk menguatkan kenapa dianjurkan memilih calon yang masih perawan.

نَقِّلْ فُؤَادَك حَيْثُ شِئْت مِنْ الْهَوَى … مَا الْحُبُّ إلَّا لِلْحَبِيبِ الْأَوَّلِ

كَمْ مَنْزِلٍ فِي الْأَرْضِ يَأْلَفُهُ الْفَتَى … وَحَنِينُهُ أَبَدًا لِأَوَّلِ مَنْزِلِ

“Nukillah olehmu terhadap faidah-faidah sekiranya engkau menginginkan dari cinta. Apalah arti cinta kecuali bagi kekasih yang pertama”

“Betapa banyak rumah-rumah di bumi yang disinggahi oleh pemuda namun kerinduannya hanya untuk yang pertama kali disingggahi selamanya”

Begitulah diktum-diktum fikih klasik memberi keterangan bahwa calon istri yang perawan lebih utama ketimbang yang sudah janda. Sudah barang tentu, ketentuan itu juga berlaku sebaliknya, yakni calon suami yang perjaka lebih utama ketimbang yang duda. Tetapi perlu diketahui bahwasanya ketentuan tersebut tidaklah mutlak adanya dalam arti bukanlah petunjuk tegas dari syariat walaupun disimpulkan dari hadis Nabi Muhammad.

Sebab, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai hadis Nabi di atas. Pertama, bahwa Nabi hanyalah memberi saran kepada seorang pemuda perjaka yang hendak menikah agar memilih yang perawan. Karena ketika itu, sahabat Nabi yang masih perjaka  yaitu Jabir memilih menikahi janda lantaran satu dan lain hal. Kedua, dari konteks hadisnya terlihat Nabi memberi nasehat dalam kapasitasnya sebagai manusia. Artinya, keputusan Nabi tersebut tidaklah mengikat.

Terlepas dari itu semua yang menjadi titik tekan dalam pernikahan sesungguhnya adalah sakinah sedangkan teknis-teknis yang dijelaskan, baik dalam kitab-kitab fikih klasik maupun lainnya tiada lain hanyalah sebagai dugaan besar untuk mencapai tujuan nikah tersebut. Dengan kata lain, keperawanan dan keperjakaan hanyalah satu di antara banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam pernikahan, (M Soleh Shofier).

Image by Freepik

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest