Kiai Afifuddin: Memperbarui Nilai Keislaman dengan Fikih Peradaban

Kiai Afifuddin: Memperbarui Nilai Keislaman dengan Fikih Peradaban

Oleh: Ali Ahmad Syaifuddin

Acara Halaqah Nasional Strategi Peradaban NU berlangsung di pondok pesantren al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta pada 29 Januari 2024. Halaqah ini merupakan bagian dari memperingati harlah NU yang ke 101. Kiai Afifuddin Muhajir, wakil ra’is aam NU, sebagai salah satu pembicaranya menerangkan strategi peradaban NU dalam kacamata fikih.

Menurut beliau, di usianya yang telah mencapai seabad lebih, NU perlu melakukan pembaharuan. Tajdid tidak hanya berlaku pada agama Islam secara universal, tetapi juga dapat diterapkan kepada organisasi NU.

Makna tajdid dalam konteks NU, menurut beliau, memiliki tiga makna. Pertama, mengembalikan NU kepada kondisi awal ia dilahirkan. Kedua, menghidupkan kembali elemen-elemen yang tidak berdaya dan terakhir, memperbaiki hal-hal yang dirasa sudah tidak baik.

Tiga makna tajdid di atas sudah termuat dalam gagasan fikih peradaban. “Mungkin konsen PBNU dengan yang namanya fiqih peradaban itu merupakan salah satu bentuk daripada tajdid, pembaharuan.” Terang Kiai Afif.

Peradaban yang dimaksud tentu adalah peradaban Islam. Peradaban Islam merupakan deskripsi kehidupan umat manusia muslim masa silam yang mengalami kemajuan sebagai hasil cipta, rasa dan karsa mereka yang menjiwai Islam dalam berbagai aspek kehidupan [NU Online]. Penghayatan nilai islami ke dalam segala aspek kehidupan ini kemudian melahirkan pencapaian yang luar biasa, terutama di bidang ilmu pengetahuan.

Kata Kiai Afif, tidak bisa dibayangkan ilmu-ilmu yang ada sekarang, seperti ilmu alat (nahwu, sharraf dan balaghah), dapat lahir jika tidak ada Islam. Hal itu karena ilmu-ilmu tersebut beserta ilmu-ilmu yang lain adalah wujud dari jaminan Allah atas dijaganya al-Quran.

Tidak hanya di dalam ilmu pengetahuan, pencapain peradaban Islam juga dalam bentuk fisik. Kiai Afif memberikan contoh, “Di zaman Abbasiyah dan Umawiyah sudah banyak gedung-gedung yang sudah sangat maju, perpustakaan, rumah sakit bahkan ada saluran air yang dibangun dari Baghdad ke Mekkah oleh Zubaidah, istrinya Harun ar-Rasyid.”

Dari itu semua, pencapaian Islam yang paling penting adalah dalam bidang nilai. Keadilan merupakan nilai yang paling menonjol di dalam Islam. Bagi beliau, tidak ada agama yang lebih pantas berbicara keadilan kecuali Islam. Bentuk keadilan Islam dapat dilihat dalam penegakan hukumnya. Islam tidak pilih kasih dalam memutuskan hukuman. Siapapun yang salah mesti dihukum meskipun ia muslim, dan orang kafir harus dibela bila terbukti benar.

Islam juga menjunjung nilai kesetaraan umat manusia. Di hadapan Islam, umat manusia adalah sama, tidak memandang etnis, kesukuan, warna kulit dan bentu fisik lainnya. Hal ini dibuktikan oleh pencapaian sahabat Abu Hurairah menjadi imam, kendati dulu ia adalah seorang anak yatim yang sangat miskin dan pengangkatan Bilal sebagai muazin Rasulullah, kendati memilki kulit yang hitam.

Pencapaian peradaban Islam dalam segala apeknya inilah yang ingin diperbarui oleh fikih peradaban.

Sumber: Youtube Mahad Aly Situbondo
https://www.youtube.com/watch?v=yuigUEMX2BU

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest