Kiai Afifuddin Muhajir: Durasi Khotbah Jumat yang Dianjurkan Nabi?

Kiai Afifuddin Muhajir: Durasi Khotbah Jumat yang Dianjurkan Nabi?

M Soleh Shofier
(Mahasantri Ma’had Aly Situbondo)

Kiai Afifuddin Muhajir, dengan mengutip hadis Nabi, berupaya mengingatkan para khatib dan melontarkan, “Salah satu ajaran Nabi yang banyak diabaikan atau luput dari perhatian adalah ajaran beliau (Nabi) yang ditujukan khusus kepada para khathib dan imam jumat. Rasulallah saw dalam soal ini bersabda:

إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ، وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ، مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ، فَأَطِيلُوا الصَّلَاةَ، وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ، – رواه مسلم.

“Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan pendekya durasi khotbahnya merupakan tanda bahwa yang bersangkutan memiliki pengetahuan, maka panjangkanlah shalatmu dan pendekkanlah khutbahmu” ( HR. Muslim).

Pernyataan Guru Besar Ushul Fiqh itu secara implisit mengindikasikan bahwa fakta yang terjadi di lapangan justru sebaliknya, yaitu banyak imam sekaligus khatib melaksanakan shalat jumat dengan sebentar sedangkan penyampaian khotbahnya melampaui durasi waktu yang semestinya.

Fenomena tersebut tidak terlepas dari fungsi khotbah jumat, yang selain menjadi syarat sah shalat jumat, juga berkontribusi cukup signifikan sebagai ladang “dakwah”. Artinya, dalam khotbah sang khatib bisa menyelipkan pesan-pesan sosio-keagamaan kepada para jamaah.

Peluang ini sudah dibaca dan dipraktikkan oleh banyak pengisi khotbah jumat, yang terealisasi sebagai ladang penyampaian pesan verbal kepada masyarakat seminggu sekali dengan berbagai topik yang disajikan; mulai dari akhlak dalam menjalani kehidupan, ekonomi, sosial kemasyarakatan dan tak luput pula perkembangan politik mutakhir, yang terkadang sulit dibedakan antara khotbah dengan kampanye politik.

Durasi Khotbah Jumat Menurut Kiai Afifuddin Muhajir

Sayangnya, semangat “dakwah” yang menggebu terkadang melupakan substansi dari khotbah itu sendiri, terlebih dari segi durasi waktu. Tidak sedikit materi dakwah yang disampaikan dalam bingkai khotbah cukup memakan waktu, sehingga jamaah jumat yang mendengarkan merasa jenuh kebosanan.

Padahal sebagaimana dzahirnya hadis di atas, menurut Naibul Mudir Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah, Kiai Afifuddin Muhajir durasi khotbah jumat itu lebih singkat ketimbang shalat jumatnya, sebagaimana penegasan beliau, “Sebaiknya/seharusnya khothbah jumat lebih pendek dari shalatnya“. Hal inilah yang terkonfirmasi dengan pendapatnya Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu yang mengatakan bahwa khotbah disunahkan sebentar sekiranya jamaah tidak jenuh dan bosan berdasarkan hadis Nabi, “maka panjangkanlah shalatmu dan pendekkanlah khotbahmu”.

Adapun standar sebentarnya khutbah jumat, merujuk Kiai Afifuddin Muhajir, yaitu berkhothbah dengan menyampaikan rukun-rukun khuthbah secara singkat, ditambah dengan penyampaian ayat pendek atau hadis pendek yang diikuti dengan penjelasan singkat yang dapat dipahami oleh jamaah.

Orang yang Memperlama Khotbah Diduga Tidak Fakih

Beririsan dengan hadis Rasulullah yang dikutip oleh Kiai Afifuddin Muhajir di atas mengandung dua proposisi, pertama, berupa berita bahwa sebentarnya khotbah adalah salah satu tanda kefakihan seseorang. Mafhum mukhalafahnya, orang yang tidak demikian bahkan melakukan sebaliknya – (1) memperlama khotbah dan shalat jumatnya secara bersamaan,  (2) atau sama-sama sebentar, (3) atau khotbahnya lama dan shalatnya sebentar  – merupakan tanda bahwa ia tidak fakih.

Baca Juga: Kiai Afifuddin Muhajir: Kesehatan Dalam Bingkai Maqasid al-Syariah

Ada beberapa komentar pakar dalam merasionalisasikan korelasi antara kefakihan seseorang dan sebentarnya khotbah. Di antaranya Aly bin Sulthan dalam kitab Mirqatul-Mafatih Syarah Misykatul-Mashabih [3/1043] mengatakan bahwa sebentarnya khotbah sebagai tanda kefakihan seseorang disebabkan khotbah jumat adalah bersifat sekunder (penyesuaian) sedangkan yang primer dan dimaksudkan adalah shalat jumat. Sudah sepantasnya orang yang fakih memprioritaskan yang lebih urgen (shalat jumat). Versi lain ditandaskan bahwa karena khotbah relasinya kepada makhluk sedangkan shalat (jumat) relasinya kepada Khalik, maka wajar jika durasi khotbah tidak selama durasinya shalat.

Dalam hal ini, Kiai Afifuddin Muhajir yang tidak diragukan kealimannya dalam bidang fikih dan Ushul Fiqh tidak hanya melontarkan konsep, nyatanya dalam tataran praktik juga terealisasi, sebagaimana beliau memaklumatkan diri bahwa ketika berkhutbah tidak pernah lama, “Kebiasaan alfaqir (Kiai Afifuddin Muhajir) dalam berkhuthbah ialah menyampaikan rukun-rukun khuthbah secara singkat, ditambah dengan penyampaian ayat pendek atau hadis pendek yang diikuti dengan penjelasan singkat yang dapat dipahami oleh jama’ah”, ungkapnya.

Kedua, sebagian hadis itu berupa proposisi perintah; perintah untuk memperlama shalat dan mempercepat khotbah. Dalam kajian ushul fiqh dikatakan bahwa asal dari penunjukan perintah (amar) adalah wajib selama tidak ada indikator yang memalingkan kepada makna lainnya. Akan tetapi, perintah untuk mempersingkat khotbah di atas sudah dipalingkan terhadap makna yang lain yaitu sunah dengan indikasi bahwa orang yang memperlama khotbah hanya dianggap tidak fakih, sebagaimana frasa hadis sebelumnya.

Namun demikian, menarik untuk disimak statement Syekh Thabib Ahmad Hathibah (w. 1182), salah seorang interpretator kitab Riyadus Salihin, yang menegaskan bahwa mengacu kepada hadis nabi tersebut seharusnya sang khatib tidak memperlama khotbahnya yang membuat jamaah bosan, apa lagi khotbahnya tidak jelas (terlalu banyak ke poin perpolitikan, misalnya). Menurutnya, karena Nabi Muhammad melakukan khotbah dengan sebentar dan bisa dipahami, (Syarah Riyad al-Shalihin, 5/60).

Lebih lanjut, menurut beliau khotbah hanyalah alarm atau pengingat dan memberikan nasihat kepada masyarakat yang berkumpul sehari dalam seminggu, maka sudah selayaknya tidak terlalu lama kendatipun mesti ada ayat Alquran dan hadis serta amar makruf-nahi mungkar. Selain itu, juga mengingatkan fenomena sosial yang menyimpang dari pakem syariat yang mencuat di tengah masyarakat. Bahkan Thabib Ahmad Hathibah dengan tangkas mengatakan;

فإطالة الخطبة ليس من سنة النبي صلى الله عليه وسلم، وليس علامة على فقه الخطيب، فالفقيه يعرف ما الذي يقال، ومتى يقال، ويتخول الناس بالمواعظ،
“Khotbah yang lama bukanlah sunah Nabi dan tidak termasuk tanda kefakihan seorang khatib. Karena fakih mengetahui apa yang akan dikatakan, kapan ucapan itu mesti dilontarkan, dan manusia merasa terkesan dengan nasihatnya”.

Thabib Ahmad Hathibah

Perintah Memperlama Shalat Jumat

Sedangkan yang dimaksudkan dengan perintah memperlama shalat bukan berarti secara mutlak (sangat lama). Sebab, dalam memahami hadis ini tidak bisa dilepaskan dengan hadis lain atau dalam bahasa Kiai Afifuddin Muhajir mengaitkan satu nas dengan nas lainnya. Nyatanya, berkaitan dengan hadis di atas ditemukan hadis sebaliknya di mana Nabi pernah “marah” dan menegur sahabat Mu’ad bin Jabal lantaran shalat jamaah kelamaan. Nabi memerintahkan kepada Mu’ad untuk melaksanakan shalat sebentar saja (kalau jadi imam).

Dengan demikian, maksud hadis memperlama shalat bukan berarti lantas membaca surah-surah yang panjang semisal Albaqarah, tidak! Melainkan harus menyesuaikan terhadap kondisi para jamaah. syekh Zakariya al-Anshari berpendapat bahwa yang dimaksudkan lamanya shalat dan sebentarnya khutbah bersifat nisbah. Artinya, durasi shalat lebih lama ketimbang durasi khutbahnya dan durasi khutbahnya lebih cepat dibandingkan dengan shalatnya, (Asnal Mathalib, 1/260).

Menurut Kiai Afifuddin Muhajir standar lama dalam shalat ini yaitu diukur dengan rukun dan sunah secara sempurna beserta surah di dua rakaat tersebut. Lebih jauh Kiai Afif menyampaikan, “Standar (lama) untuk surah pada shalat jumat ialah surah al-A’la [87] dalam rakaat pertama dan surah al-Ghasyiyah [88] dalam rakaat kedua. Lebih sempurna dari itu adalah surah al-jum’ah [62] dalam rakaat pertama dan surah al-Munafiqun [63] dalam rakaat kedua”.

Apa yang disampaikan oleh Kiai Afifuddin Muhajir tersebut menurut Thabib Ahmad Hathibah adalah standar yang diajarkan Rasulullah tentang durasi waktu dalam shalat jumat yang dimaksudkan dalam hadis di atas, (Syarah Riyad al-Shalihin, 5/60). Falyataammul

4 thoughts on “Kiai Afifuddin Muhajir: Durasi Khotbah Jumat yang Dianjurkan Nabi?”

  1. Best knowledge

  2. Thanks for another informatіvе site. The place else could I get tһat kind of info written in ѕucһ an ideal
    approach? I have a venture that I am simply now working on, and I have been on tһe look out for such info.

  3. mantapppppppppppppp

  4. Gabriel Aries March 3, 2023 at 7:39 am

    Best explanation I have ever got.

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest