Kuliah Pagi (4): Alquran: Karakteristik dan Kehujahan

Kuliah Pagi (4): Alquran: Karakteristik dan Kehujahan

Kuliah Pagi (3) telah menyajikan definisi, macam-macam dan fungsi dalil menurut ilmu usul fikih. Tulisan kali ini kita akan fokus pada salah satu dalil dalam usul fikih yakni, Alquran.

Alquran memiliki berbagai keistimewaan sehingga menempati posisi utama sebagai dalil dalam usul fikih dibandingkan dalil-dalil lainnya. Karena keutamaan Alquran, seseorang dianggap kafir jika tidak meyakini atau menentang Alquran.

Secara etimologi, Alquran merupakan bentuk masdar (bentuk nomina sebuah kata kerja) dari fi’il māḍi (kata kerja lampau) qara’a yang berarti membaca. Secara istilah, Al-quran adalah kalam Allah Swt. yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. melalui perantara malaikat Jibril sebagai mukjizat untuk nabi Muhammad Saw. sebagaimana terkumpul saat ini dengan awalan surah al-Fatihah dan dipungkasi dengan surat al-Nas. Alquran merupakan kitab suci yang berisi aturan-aturan serta petunjuk bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan.

Alquran tidak hanya memuat masalah keyakinan dan hukum syariat, lebih dari itu Alquran juga memuat nilai etika, sains, teknologi, ekonomi, dll. Secara umum, seluruh muatan dalam Alquran adalah bernilai universal, yang akan membuat Alquran relevan sekaligus eksis sepanjang zaman. Hal ini menjadi bukti keluasan makna dan elastisitas Alquran (continuity of interpretation). Maka kreatifitas cendikiawan sangat menentukan untuk memberlangsungkan interpretasi berkenaan keluasan makna Alquran.

Karakteristik Alquran

Alquran memiliki karakteristik yang membedakannya dengan kalam-kalam lain, sehingga terdapat beberapa aturan yang berlaku untuk Alquran dan tidak berlaku untuk kalam selain Alquran, semisal aturan tersebut adalah kewajiban membaca Alquran dalam salat, hukum kafir bagi yang mengingkari Alquran, dll. Berikut adalah karakteristik Alquran:

Pertama, makna dan redaksi lafal Alquran langsung dari Allah swt. Berbeda dengan hadis, nabi Saw. hanya menerima makna dari Allah, sedangkan lafalnya merupakan kreasi nabi sendiri.

Kedua, lafal Alquran berbahasa Arab. Sehubung bahasa Alquran adalah bahasa Arab, tentu redaksi terjemahan (bahasa lain) Alquran tidak bisa disebut Alquran; hal ini berimplikasi (semisal) tidak boleh membaca terjemahan Alquran dalam salat, orang yang membaca terjemahan Alquran tidak dianggap melakukan ibadah ‘membaca Alquran’. Maka untuk menggali hukum dari Alquran seseorang tidak boleh berpedoman pada terjemahan, artinya harus mempelajari bahasa Arab guna memahami nilai yang tidak bisa diwakili oleh bahasa selain bahasa Arab.

Ketiga, sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad saw untuk mengukuhkan beliau sebagai utusan Allah swt. Alquran merupakan mukjizat teragung rasulullah Saw. yang (dijamin) akan terus eksis hingga hari kiamat.

Keempat, berisi aturan dan petunjuk hidup bagi manusia. Sebagai kitab suci seluruh manusia hingga hari kiamat, maka Alquran harus beradaptasi dengan perubahan ruang dan waktu(ṣāliun li kulli zamān wa makān). Oleh karena itu, redaksi-redaksi dalam Alquran lebih banyak berupa ketentuan universal untuk selalu eksis dan bisa menerima interpretasi seiring dinamika kehidupan hingga hari akhir nanti.

Kelima, membaca Alquran dinilai sebuah ibadah, baik dibaca ketika salat maupun diluar salat. Ini merupakan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab suci lainnya sebelum Alquran.

Keenam, diriwayatkan secara mutawātir (oleh sekelompok orang yang tidak mungkin bersepakat untuk dusta) dari masa ke masa sehingga Alquran terjaga dari segala bentuk penyelewengan. Keautentikan Alquran ini bernilai qa’iy al-wurūd, artinya dapat dipastikan dan tidak bisa diragukan bahwa Alquran orisinil sesuai yang Allah Swt. sampaikan kepada rasulullah Saw. Maka jika terdapat periwayatan Alquran yang tidak memenuhi keriteria mutawātir, redaksi dalam periwayatan tersebut tidak bisa disebut Alquran.

Legalitas (keujjahan) Alquran

Manusia wajib mengikuti aturan-aturanNya, itu semua terangkum dalam Alquran. Selain muatan Alquran berupa aturan-aturan untuk manusia, Alquran juga memuat nilai sastra yang sangat tinggi sehingga tidak mungkin seorang pun mampu membuat kalimat-kalimat seperti yang ada dalam Alquran. Ketidakmungkinan ada yang menandingi Alquran merupakan dari nilai Alquran sebagai mukjizat.

Kemukjizatan Alquran sebagaimana paragraf sebelumnya, berarti bahwa Alquran bukan buatan (ciptaan) makhluk, melainkan Alquran murni kalam Allah dan terbebas dari pemalsuan.

Upaya untuk menandingi Alquran yang dilakukan orang kafir sudah ada sejak masa Sayyidina Abu Bakr r.a. Sebut saja, Musailamah al-Kadzdzab yang mengakau nabi di masa pemerintahan Sayyidina Abu Bakr, lalu ia mencoba membuat ayat untuk menandingi Alquran tapi (tentu saja) ia tidak berhasil.

Dengan dasar inilah, Alquran merupakan ujjah, yang mana hukum serta aturan yang terkandung didalamnya wajib ditaati oleh manusia.

Keḥujjahan Alquran dapat dimaknai legalitas menjadikan Alquran sebagai pijakan bagi hukum fikih. Artinya, manusia sebagai objek hukum (taklif) diharuskan untuk tunduk dan patuh terhadap hukum-hukum fikih karena secara epistemologi ia bersumber dari kalam Allah Swt, yaitu Alquran. Wallāhu a’lamu… (fQh)

Oleh:
Maulana Nur Rahman & M. Zainul Mujahid
(Mahasantri Ma’had Aly Marhalah Ula & Marhalah Tsaniyah)

  • Facebook
  • Twitter
  • Pinterest

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest