Pisah Kenang dengan Syeikh Rido

Pisah Kenang dengan Syeikh Rido

Oleh: Badawi Yusuf
(Santri Mahad Aly Marhalah Tsaniyah)

Pada hari Rabu, 29 Mei 2024 sekitar pukul 4 sore, lembaga Ma’had ‘Aly mengadakan acara perpisahan bersama Syekh Rido. Acara tersebut dipimpin langsung oleh Katib Ma’had ‘Aly, Ustad Khoiruddin Habziz.

Dalam acara tersebut Syekh Rido menyampaikan pesan kepada para mahasantri juga kesan beliau selama bermukim di sini selama kurang lebih tiga tahun. Beliau berpesan untuk selalu giat dalam mempelajari ilmu, mempelajari al-Qur’an dan tak lupa santri harus memiliki akhlak yang baik. Untuk yang terakhir beliau senantiasa mempraktekkannya. Beliau ramah dan murah senyum kepada orng yang beliau jumpai. Satu hal yang tidak pernah berubah dari beliau sejak penulis pertama kali berjumpa sampai hari perpisahan dengan beliau, yaitu senyum yang tulus.

Selama di Mahad Aly

Syekh Ridla dimukimkan di Ma’had ‘Aly, dengan harapan agar santri Mahad Aly dapat ber-istifadah kepada beliau dalam berbicara bahasa Arab, melatih maharah al-kalam. Sebaliknya, santri Mahad Aly juga sekaligus mengajari Syekh Rido berbahasa indonesia. Sebagai timbal balik, katanya.

Kerap kali saat bercengkerama dengan santri Mahad Aly, beliau menertawakan bahasa Arab yang mereka gunakan. Antara lain alasannya adalah sangat kaku, terbata-bata, dan bertele-tele padahal ada kalimat yang lebih pendek dan tepat.

Beberapa di antaranya, seperti suatu ketika Rahman, salah satu santri Ma’had ‘Aly yang biasanya setoran hafalan al-Qur’an ke beliau, ditanya perihal keberadaan Yoeki, salah satu hadam Syeikh Rido.

“Di mana Yoeki?” tanya beliau dengan bahasa Indonesia.

Rahman yang kala itu kurang fokus, kebingungan untuk mengatakan “di dapur” dalam bahasa Arab. Padahal kata al-mathbakh (dapur) bukanlah kata yang jarang didengar bahkan Rahman sendiri pun tahu bahwa bahasa Arabnya dapur itu al-mathbakh.

Fii zaka,” akhirnya jawab Rahman secara spontan. Dia dengan cerdiknya merubah kata al-mathbakh yang ia lupa menjadi isim isyarah sembari menunjuk ke arah dapur. Jawaban itu membuat Syekh Rido tertawa.

Dalam kesempatan lain, saat sore hari Syekh Rido duduk di depan wisma memerhatikan salah satu hadamnya, Reza, menyirami tanaman.

Ta’mil eih?” Tanya Syekh Rido kepada Reza, lagi ngapain?

Asubbu al-maa ‘ala al-manaabit.” Reza menjawabnya dengan agak gagap yang notabennya belum lancar berbahasa Arab. Sekali lagi jawaban ini membuat Syekh Rido tertawa terbahak, akan tetapi Reza tidak begitu mengerti perihal yang membuat beliau tertawa.

Barulah saat berbuka puasa beliau menjelaskannya.

Saaltu Reza fa yaquul asubbu al-maa ‘ala al-manaabit wahwa nasiy kalimah arussyu.” Yang artinya: tadi aku tanya Reza lalu dia menjawab asubbu al-maa ‘ala al-manaabit dia lupa kalimat arussyu. Maksudnya Reza susah payah membuat kalimat yang panjang padahal ada ungkapan yang lebih pendek dan tepat. Inilah yang membuat beliau tertawa terbahak.

Sehari sebelum beliau pulang, kamis pagi, beberapa asatidz mengadakan acara goes terakhir bersama Syekh Rido. Di tengah-tengah istirahat, salah seorang peserta goes berkata kepada Syekh Rido, “haza yaum al-akhir”. Seketika Syekh Rido tertawa. Tentu berbeda antara yaum al-akhir dan al-yaum al-akhir. Yang pertama artinya hari kiamat dan yang kedua berarti hari terakhir. Dan tentunya Syekh Rido paham maksud ustad tersebut.

KEPULANGAN

Pada hari jum’at sekitar pukul 7 pagi Syekh Rido berangkat dari astah masyayikh sukorejo menuju bandara Banyuwangi di dampingi oleh beberapa asatid dari pesantren dan akan terbang menuju Mesir pada sabtu pagi.

Sampai Jumpa lagi, Syeikh Rido!

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest

Exit mobile version