<strong>Berpuasa di Bulan Rajab Mendapat Istana di Surga?</strong>

Berpuasa di Bulan Rajab Mendapat Istana di Surga?

Oleh: M Soleh Shofier
(Mahasantri Ma’had Aly Situbondo)

Sebagaimana maklum, di antara bulan-bulan Tuhan ada empat bulan yang mulia sebagaimana ditegaskan oleh Tuhan dalam Alquran sebagai berikut.

{ إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (36) } [التوبة: 36]

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa (QS. al-Taubah [9]: 36)

Dalam ayat tersebut Tuhan menyinggung empat bulan yang mulia (hurum). Menurut Syekh Nawawi al-Bantani empat bulan tersebut adalah bulan Rajab, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Demikian pula, Muhammad Jamaluddin mengemukakan bahwa empat bulan itu, tiga di antaranya berurutan (Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram) dan satu lagi berada di urutan yang berbeda yaitu Rajab. (Tafsir al-Qasimi [5352] dan Marah Labid [1/447].

Keutamaan Puasa di Bulan Rajab

Berkenaan dengan bulan Rajab, besok pada tanggal 23 Januari 2023 adalah bertepatan dengan masuknya bulan Rajab tersebut. Dalam banyak riwayat dihikayatkan bahwa ada beberapa keutamaan untuk melakukan puasa sunah di bulan Rajab yang mulia . Misalnya, Ibnu Hibban meriwayatkan hadis Nabi dari jalur Abu Hurairah ra.

«أَفْضَلُ الصِّيَامِ [ص:399] بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ»

“Paling utamanya puasa setelah bulan ramadan adalah berpuasa di bulan-bulan yang mulia dan paling utamanya shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam” (HR. Ibnu Hibbah [8/398]).

Demikian pula Abu Dawud mewartakan Al-Bahaly yang “ditegur” Nabi sebab terlalu semangat dalam berpuasa kemudian Nabi memberikan nasihat padanya dan bersabda.

قَالَ: صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ، صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ، صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ “، وَقَالَ: بِأَصَابِعِهِ الثَّلَاثَةِ فَضَمَّهَا ثُمَّ أَرْسَلَهَا

“Berpuasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan, Berpuasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan, Berpuasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan (janganlah puasa). Setelah itu Nabi mengacungkan tiga jari-jarinya” (HR. Abu Dawud 2/322).

Hadis di atas menegaskan bahwa puasa di bulan yang dimuliakan sangat dianjurkan dengan indikasi Nabi Muhammad mengulangnya sampai tiga kali, termasuk di antaranya adalah bulan Rajab. Tak mengherankan jika Imam al-Ghazali pernah menukil hadis yang mengatakan bahwa puasa satu hari di bulan yang mulia lebih baik ketimbang puasa tiga puluh hari di bulan-bulan biasa, (Ihya Ulumiddin, 1/459).

Bahkan dalam kitab al-Dībāj  ‘Ala Shahih Muslim bin Hajjaj [3/238] Imam al-Suyuthi menandaskan bahwa orang yang berpuasa di bulan Rajab mendapatkan istana di surga.

فِي الْجَنَّةِ قَصْرٌ لِصُوَّامِ رَجَبَ

“Di surga ada istana yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab”.

Mekanisme puasa di Bulan Rajab

Adapun mekanisme puasa di bulan Rajab, merujuk kepada hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud maka yang lebih utama adalah dilaksanakan tiga hari secara berurutan kemudian tidak berpuasa, dan terus demikian sampai selesai.

“Berpuasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan, Berpuasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan, Berpuasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan (janganlah puasa). Setelah itu Nabi mengacungkan tiga jari-jarinya” (HR. Abu Dawud 2/322).

Namun demikian, Syekh Abu Bakar Syatha al-Dimyathi mengomentari hadis tersebut bahwa larangan Nabi Muhammad untuk berpuasa penuh di bulan rajab lantaran orang yang di hadapi Nabi itu memaksakan diri. Adapun orang yang mampu, tegas Penulis I’anah thalibin itu, maka melaksanakan seluruhnya adalah lebih utama sebagaimana penegasan beliau.

وإنما أمر المخاطب بالترك لأنه كان يشق عليه إكثار الصوم، كما جاء التصريح به في الخبر. أما من لا يشق عليه، فصوم جميعها له فضيلة.

“Adapun perintah untuk meninggalkan puasa penuh lantaran orang yang dikhitab tersebut sulit untuk memperbanyak puasa sebagaimana penjelasan detail hadis. Adapun orang mampu maka berpuasa seluruhnya adalah keutamaan”. (I’anah al-Thalibin, 2/307).

Niat Puasa di Bulan Rajab

Pertama, pada dasarnya niat puasa dilakukan di malam hari. Kedua, untuk puasa sunah menurut kalangan Syafi’iyah boleh dilakukan di siang hari sebelum tergelincirnya matahari (zawal al-Syamsi). Oleh karena itu, dalam niat puasa Rajab yang dilakukan di malam hari sebagai berikut.

   نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ رَجَبَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى 

“Aku berniat puasa Rajab, sunah karena Allah SWT. 

Sedangkan jika lupa dan ingin dilakukan di siang hari maka beriku inilah niatnya.

   نَوَيْتُ صَوْمَ هٰذَا الْيَوْمِ عَنْ أَدَاءِ شَهْرِ رَجَبَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى

“Aku berniat puasa pada hari ini untuk melaksanakan puasa sunah bulan Rajab karena Allah SWT.”(M Slh Sfr)

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest

Exit mobile version