Ketika Nabi Melarang Berpoligami!

Ketika Nabi Melarang Berpoligami!

Oleh: Farina Faradina
(Mahasantri Ma’had Aly M2)

Poligami merupakan salah satu hal yang banyak menuai pro dan kontra. Pasalnya, poligami adalah isu yang sangat sensitif, khususnya bagi kaum hawa. Kebanyakan perempuan menentang praktik poligami. Karena selain enggan berbagi suaminya sama orang lain, mereka juga beralasan bahwa seadil apapun lelaki yang memiliki istri lebih dari satu tidak akan mampu menegakkan keadilan di antara istrinya. Baca juga: https://maalysitubondo.ac.id/tujuan-nikah-menurut-dr-imam-nakhei/

Berbicara tentang poligami, tidak terlepas dengan sosok yang menjadi tauladan umat islam, yakni Rasulullah. Kendatipun Nabi Muhammad memiliki istri yang banyak namun secara manusiawi, Rasulullah saw. menentang keras praktik poligami yang hendak dilakukan oleh menantu sekaligus sepupunya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Kala itu, Sayyidina Ali masih berstatus sebagai suami putri kesayangan Nabi, yakni Siti Fatimah.

Penentangan Nabi terhadap sikap Ali yang ingin berpoligami adalah ekspresi naluriahnya sebagai seorang bapak. Kisah ini terekam di dalam salah satu hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim;

أَنَّ الْمِسْوَرَ بْنَ مَخْرَمَةَ، حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ، وَهُوَ يَقُولُ: «إِنَّ بَنِي هِشَامِ بْنِ الْمُغِيرَةِ اسْتَأْذَنُونِي أَنْ يُنْكِحُوا ابْنَتَهُمْ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ، فَلَا آذَنُ لَهُمْ، ثُمَّ لَا آذَنُ لَهُمْ، ثُمَّ لَا آذَنُ لَهُمْ، إِلَّا أَنْ يُحِبَّ ابْنُ أَبِي طَالِبٍ أَنْ يُطَلِّقَ ابْنَتِي وَيَنْكِحَ ابْنَتَهُمْ، فَإِنَّمَا ابْنَتِي بَضْعَةٌ مِنِّي، يَرِيبُنِي مَا رَابَهَا وَيُؤْذِينِي مَا آذَاهَا»

“Miswar bin Makhramah menceritakan bahwa sesungguhnya ia mendengar Rasulullah bersabda di atas mimbar ‘sesungguhnya Bani Hisyam bin Mughiroh meminta izin kepadaku untuk menikahkan  putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Maka aku tidak mengizinkannya, aku tidak mengizinkan, aku tidak mengizinkan kecuali Ali mau menceraikan putriku (Fatimah) lalu menikahi putri mereka. Karena sesungguhnya putriku adalah bagian dariku. Apa yang menggangguku adalah apa yang mengganggunya, dan apa yang telah menyakitiku adalah apa yang menyakitinya’”. (HR. Muslim). Baca juga: https://maalysitubondo.ac.id/nikah-beda-agama-zainab-binti-nabi-muhammad-dan-abul-ash-bin-ar-rabi/

Di dalam hadis tersebut sangat jelas tergambar bahwa Nabi sangat tidak rela jika putrinya dipoligami oleh Ali. Hal ini mengindikasikan betapa besar kasih sayang Nabi terhadap putrinya, Siti Fatimah. Bahkan Rasulullah sampai tiga kali menyampaikan ketidaksetujuannya jika Sayyidina Ali meminang perempuan lain di saat yang sama statusnya masih sebagai suami sah dari Fatimah.

Di akhir sabdanya, Rasul juga menegaskan bahwa apapun yang menyakiti putrinya, maka berarti juga menyakiti hati Rasulullah. Karena itulah Rasulullah menolak putrinya dipoligami. Sebab Siti Fatimah pasti akan merasa sakit hati jika dipoligami oleh Ali.

Beririsan dengan itu, Imam Nawawi di dalam kitabnya Syarh al-Nawawi ‘ala Shohih al-Muslim mengemukakan riwayat lain yang berhubungan dengan kisah di atas. Yaitu ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib hendak melamar putri Abu Jahal.

وَفِي الرِّوَايَةِ الْأُخْرَى أَنِّي لست أحرم حلالا ولا أحل حراما ولكن وَاَللَّهِ لَا تَجْتَمِعُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ وَبِنْتُ عَدُوِّ اللَّهِ مَكَانًا وَاحِدًا أَبَدًا

“Dalam riwayat lain nabi bersabda, ‘sesungguhnya aku tidak mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram. Akan tetapi, Allah tidak akan mengumpulkan putri Rasulullah dan putri musuh Allah menjadi satu selama-lamanya’”.

Dari riwayat yang disebutkan Imam Nawawi di atas bisa disimpulkan bahwasanya pelarangan Nabi terhadap poligami yang akan dilakukan Ali tersebut, semata-mata sebagai ekspresi kasih sayang seorang bapak pada putrinya. Bukan ingin mengharamkan poligami yang telah dihalalkan oleh Allah swt (jika ada alasan tertentu yang menhendaki poligami serta terpenuhi syarat-syaratnya).

Mengomentari reaksi Rasulullah yang tidak rela jika Fatimah dimadu dengan putri musuh Allah (Abu Jahal), Imam Nawawi mengajukan setidaknya dua alasan yang melandasi sikap Nabi tersebut.

Pertama, tindakan tersebut akan menyakiti hati Fatimah yang nantinya juga akan menyakiti hati Rasulullah SAW. Sementara siapapun yang menyakiti hati Rasulullah, ia akan celaka. Keputusan ini juga diambil Rasulullah semata-mata karena kasih sayang yang sangat besar terhadap putrinya.

Kedua, dikhawatirkan timbul fitnah yang akan menimpa Fatimah disebabkan kecemburuan.

Hemat penulis, kisah di atas mengenai penolakan tegas Rasulullah ketika mengetahui putri tercintanya akan dipoligami, tidak serta merta bertentangan dengan ayat alquran yang membolehkan seorang laki-laki memiliki lebih dari satu istri. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari syarat-syarat yang sudah ditetapkan sebelumnya (adil). (M slh sfr)

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest