Manusia Sebagai Makhluk Sosial Menurut Ibnu Khaldun

Manusia Sebagai Makhluk Sosial Menurut Ibnu Khaldun

Oleh: Ahmad Darwis
(Santri Mahad Aly Marhalah Tsaniyah)

Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, ia memiliki karakter yang berbeda antara satu dengan yang lain. Bahkan ia juga memiliki pikiran, kehendak, hasrat dan perasaan yang bisa diekpresikan oleh dirinya sendiri. Di samping itu, manusia juga bisa disebut sebagai makhluk sosial. Ia membutuhkan manusia yang lain atau sebuah kelompok dimana ia bisa bertahan hidup.

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat menjalankan hidupnya seorang diri, tapi ia membutuhkan kebersamaan dalam kehidupannya. Bahkan dalam memenuhi kebutuhannya, ia memerlukan orang lain untuk membantunya. Semua itu dalam rangka saling memberi dan mengambil manfaat. Orang kaya tidak bisa bertahan hidup tanpa orang miskin yang menjadi pembantunya, pegawainya, sopirnya dan seterusnya. Demikian pula orang miskin tidak dapat bertahan hidup tanpa orang kaya yang mempekerjakannya dan mengupahnya. Hal ini berlaku untuk semua manusia, tidak mengenal sebuah kedudukan, nasab, bahkan juga kekayaan.

Kehidupan sosial seperti ini sudah terjadi sejak ia lahir, bahkan ketika akan lahir pun membutuhkan manusia lain untuk meminta bantu kepadanya. Kehidupan sosial ini sudah dijelaskan oleh imam Ibnu Khaldun dalam kitab Mukaddimah Ibnu Khaldun: 

إنّ الاجتماع الانساني ضروري. ويعبِّر الحكماء عن هذا بقولهم: الانسان مدنيٌّ بالطبع. أي: لابدّ من الاجتماع الذي هو المدنيّة في اصطلاحهم وهو معنى العمران.

وبيانه أنّ سبحانه خلق الانسان وركّبه على صورة لايصحّ حياتها وبقاؤها إلاّ بالغذاء, وهداه إلى التماسه بفطرته, وبما ركّب فيه من القدرة على تحصيله, إلاّ قدرة الواحد من البشر قاصرة عن تحصيل حاجته من ذالك الغذاء, غير موفية له بمدة حياته منه. ولوفرضّنا منه اقلّ ما يُمكن فرضه وهو قوت يوم من الحنطة مثلا, فلا يحصل الاّ بعلاج كثير من الطحن والعجن والطبخ

Artinya: “Hubungan sosial manusia adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Para filosof menjelaskan bahwa manusia itu memiliki tabiat Madani (sipil atau sosial). Maksudnya, manusia harus memiliki hubungan sosial yang menurut istilah mereka disebut al-Madani (kesipilan atau kependudukan). Ini sama dengan makna al-Umran (peradaban).

Penjelasannya, Allah Swt menciptakan manusia dan menyusunnya dalam suatu watak yang tidak bisa bertahan hidup kecuali dengan makan. Di samping itu Allah juga membimbingnya untuk mencari makanan dengan fitrah yang ditanamkan dalam dirinya, dan dengan kemampuan yang diberikan kepadanya untuk memproduksi makanan tersebut. Namun, apabila hanya manusia sendirian dengan kemampuannya yang sangat terbatas, ia tidak akan bisa memproduksi makanan dengan efektif dan efisien, dan tidak cukup untuk mencapai kebutuhannya. Misalnya, ia ingin memperoleh paling sedikit dari makanannya, yaitu satu kali makan dalam sehari (satu qut), maka ia tidak bisa menghasilkannya kecuali dengan melibatkan banyak orang di dalamnya.”

Dalam hal ini memerlukan petani yang menanam padi, memanennya dan mengeluarkan biji dari kulitnya (mengetam). Maka, sangat mustahil semua ini bisa diselesaikan oleh satu orang saja. Oleh karena itu, harus terkumpul banyak kemampuan dari banyak manusia agar mereka dapat bertahan hidup. Adanya hubungan sosial di antara mereka membuat kebutuhan-kebutuhan mereka mudah terpenuhi. Jadi, hubungan sosial itu merupakan sesuatu yang urgen dalam kehidupan manusia. Jika hubungan sosial tidak ada, maka tidak akan sempurna wujud mereka.

Manusia sebagai makhluk sosial memang sejatinya membutuhkan orang lain di kehidupannya. Terutama untuk pekerjaan yang sulit dan rumit. Bantuan orang lain terasa seperti hadiah bagi kita. Namun, yang perlu diingat adalah kita tidak seharusnya selalu bergantung pada bantuan orang lain, terkadang kita harus melakukannya sendiri agar lebih mandiri.

Hubungan sosial hanya sebatas penyempurna dalam kehidupan, dan hanya untuk memudahkan memenuhi kebutuhan. Kita tidak boleh terlalu bergantung pada bantuan orang lain. Bukankah hal ini sangat nyata ketika kita mengharapkan bantuan dan kebaikan orang lain, namun, justru kita mendapatkan sebaliknya? Bahkan juga mendapatkan kekecewaan ketika orang yang diharapkan tidak ada dalam kehidupan kita. Semakin banyak kita bergantung pada orang lain, semakin membuat kita tidak mandiri dan semakin besar juga peluang “kekecewaan” yang akan kita terima. Oleh karena itu, jadikanlah hubungan sosial sebagai penyempurna kehidupan, jangan jadikan tempat kebergantungan.

الناس داء ودواء الناس تركهم # وفى الجفاء لهم قطع الاُخوّت

فسالم الناس تسلم من غوائلهم

Artinya: “Manusia adalah penyakit, dan obatnya adalah meninggalkan mereka # Tetapi, memusuhi mereka berarti memutuskan hubungan saudara.”

Berdamailah dengan mereka agar engkau selamat dari musibahnya.

Syi’ir Hilal bin Ala di dalam kitab Bidayatul al-Hidayah al-Ghazali.

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest

Exit mobile version