Qutailah dan Mata Abdullah yang Memancarkan Nur Muhammad

Qutailah dan Mata Abdullah yang Memancarkan Nur Muhammad

Oleh: M Soleh Shofier
(Mahasantri Ma’had Aly Situbondo)

Tatkala Abdullah menebus seratus onta untuk disambelih atas namanya, sang ayah pun, Abdul Muthalib, mulai berangkat menyusuri jalan seraya memegang tangan Abdullah untuk ikut serta. Di tengah perjalanan, keduanya bertemu seorang perempuan muda yang cantik. Entah gerangan apa yang membuat perempuan muda itu menyapa (menggoda) Abdullah, ketampanan kah? Yang jelas, wanita muda itu tak segan untuk bertegur sapa lebih dulu dengan Abdullah.

Nyatanya, perempuan itu adalah Qutailah binti Naufal yang memiliki paras cantik, muda, dan sangat menjaga kehormatannya. Konon, Qutailah telah mendengar hiruk-pikuk informasi kelahiran Nabi terakhir yang didapatkan dari saudaranya, Waraqah bin Naufal sebagai salah satu ulama Arab yang beragama Nasrani yang hanif.

Dan yang mengejutkan, Qutailah menemukan Cahaya kenabian itu terlihat memancar dari dalam mata Abdullah bin Abdul Muthalib saat ia melihatnya. Maka, Qutailah tak kuasa menahan diri untuk tidak menyapanya. Bahkan ia tanpa ragu dan “malu” menawarkan dirinya kepada Abdullah untuk dijadikan permaisuri, sebagaimana dikutip dari Ibnu Kasir.

Sayang, tawaran itu diabaikan oleh Abdullah atau oleh ayahnya, Abdul Muthalib. Sebab, tak lama lagi Abdullah akan dinikahkan dengan perempuan yang bernama Aminah. Setelah menikah, Abdullah pun menjalin kasih dengan Aminah dalam mahligai rumah tangga yang sahaja nan sederhana. Kemudian, sinar kenabian yang terpendam dalam diri Abdullah berpindah pada Aminah saat pembuahan.

Imam Baihaqi dan Abu Nu’aim menghikayatkan bahwa Abdullah termasuk lelaki yang tampan. Suatu ketika, ia keluar rumah dan berjumpa dengan perempuan muda Quraisy. Perempuan-perempuan muda itu menyapa Abdullah dan menawarkan diri untuk dinikahi sebab mereka melihat cahaya kenabian terpancar dari kedua mata Abdullah. Ibnu ‘Asakir dan Ibnu Sya’id menandaskan bahwa perempuan yang menawarkan diri adalah Qutailah binti Naufal, saudari Waraqah bin Naufal sepupu Khatijah binti Khuwailid.

Dalam kesempatan yang lain, Abdullah dan Qutailah dipertemukan kembali. Qutailah pun bertanya, siapa lelaki di hadapannya? Sejurus kemudian, Abdullah menjawab bahwa lelaki di hadapannya adalah pemuda yang dulu sempat mengabaikan pinangannya. Namun, Qutailah menyangkalnya, karena dulu lelaki yang dilihatnya, ada cahaya kenabian yang terpancar dari kedua matanya. Sementara sekarang sinar itu sudah redup dan hilang (baca: berpindah pada Aminah), (Khasa’is al-Kubra, 71/1).

Dari jalur Ibnu ‘Asyakir yang bertegur sapa lebih dulu adalah Abdullah. Menurutnya, ketika Abdullah kembali bertemu perempuan itu, ia langsung bertegur sapa dan memastikan bahwa perempuan di hadapannya adalah perempuan muda yang menawarkan diri menjadi istrinya? Namun perempuan itu menyangkal, sebab dulu pemuda yang ia menawarkan diri, adalah lelaki yang memancarkan sinar kenabian sedangkan sekarang sudah tidak ada lagi!

Pancaran sinar kenabian yang sempat menyala-menyala dari mata Abdullah sesuai pandangan Qutailah, kini sudah berpindah ke tubuh Aminah selepas berhubungan badan dengan Abdullah dan mengiringi kehamilannya.

Di sisi lain, tidak lama setelah Aminah hamil sekitar umur dua bulan, Abdullah wafat meninggalkan Aminah bersama kandungannya. Aminah pun menjalani hari-harinya tanpa seorang suami dan bayi yang dilahirkan tanpa dekapan seorang Ayah. Ya, Aminah melahirkan tepat hari senin pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal pada tahun gajah. Aminah melahirkan seorang bayi, kelak diangkat menjadi seorang Nabi yang menyebarkan pesan-pesan kedamaian bagi seluruh semesta.

Sebagaimana penglihatan Qutailah, akhirnya cahaya itu lahir ke bumi dan menyinari kegelapannya serta membawa misi perubahan sosial dan keagamaan. Kendatipun, Qutailah, perempuan yang telah mengetahui isyarah langit tentang Nabi terakhir, yaitu Muhammad putra Abdullah yang lahir dari rahim ibundanya Aminah, namun Qutailah masih bisa bersyukur.

Sebab, cahaya kenabian yang sempat ia inginkan kini telah menjadi kerabatnya karena menjadi suami dari sepupunya, Khatijah binti Khuwailid.

Suami yang tak pernah melecehkan dan memukul perempuan (istrinya) di saat lelaki lain dengan senang hati merendahkan perempuan. Suami yang sangat mengakui eksistensi dan dedikasi istrinya di saat yang lain enggan mengakuinya. Suami yang menghormati perempuan di saat yang lain memarginalkan.

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest

Exit mobile version