Memahami Masalah Perekonomian Lewat Kiriman Santri

Memahami Masalah Perekonomian Lewat Kiriman Santri

Oleh: Ali Ahmad Syaifuddin
(Santri Mahad Aly Marhalah Tsaniyah)

Kita akan berusaha memahami masalah ekonomi menurut tiga sistem ekonomi lewat kiriman santri. Tiga sistem ekonomi yang dimaksud adalah sistem ekonomi kapitalis, sosialis dan Islam. Belajar lewat kiriman santri karena kehidupan santri merupakan bentuk kecil dari kehidupan masyarakat. Keberagamannya sama dengan keberagaman masyarakat: ada santri elit dan ada juga santi sulit. Atas kesamaan itulah, barangkali, permasalahan ekonomi jadi mudah dipahami, dan juga membuat tulisan ini jadi sedikit lebih “bergairah.”

****

Setiap manusia mendambakan kehidupan yang nyaman dan sejahtera. Siapapun kiranya ingin hidup dengan kebutuhan yang selalu terpenuhi dan semua keinginan yang dapat terwujud. Akan tetapi, mustahil manusia dapat mewujudkan semua keinginanya. Manusia memiliki keinginan yang tidak ada batasnya, sementara di sisi lain manusia dibatasi oleh waktu dan tempat serta pendapatan yang berujung ketidakterpenuhi kesemua keinginannya. Dari sinilah kemudian ilmu ekonomi muncul.

Ilmu ekonomi adalah ilmu tentang mengambil keputusan. Menurut Lionel Robbins, seorang ekonom Inggris, ekonomi adalah ilmu untuk mengelola sumber daya alam yang langka. Kelangkaan sumber daya membuat manusia harus membatasi keinginannya dengan cara memilih yang paling baik. Hal ini demi mewujudkan kepuasan maksimal. Dengan demikian, ilmu ekonomi tidaklah lebih dari sekedar ilmu tentang memilih. Lionel Robbins berkata, “Manusia menginginkan apa yang tidak bisa mereka miliki.”

Demikianlah, masalah ekonomi manusia menurut sistem ekonomi kapitalisme. Penganutnya menyakini kelangkaan sumber daya alam dan keinginan manusia yang tidak terbatas sebagai masalah ekonomi. Langka di sini tidak secara mutlak, tapi maksudnya bila dibandingkan dengan kebutuhan dan keinginan manusia yang tidak terbatas, sumber daya alam terhitung langka. Ketimpangan itu kemudian menyebabkan manusia berlomba-lomba dalam meraih harta, sehingga muncul perselisihan, pertentangan bahkan peperangan.

Dalam konteks kiriman santri, masalah ini terjadi ketika kiriman bulanan tidak mencukupi kebutuhan dan keinginan santri yang tidak terbatas. Sebenarnya cukup, tapi kalau dihitung dan dibandingkan dengan keinginan santri yang bermacam-macam, kiriman bulanan mustahil dapat memenuhi.

Sistem ekonomi inilah yang melahirkan kelas sosial santri elit dan santri sulit. Santri yang kirimannya banyak dan sekaligus dapat mengelola kirimannya dengan baik akan menjadi santri elit. Sebaliknya, santri yang kirimannya sudah pas-pasan sementara selera makannya adalah ayam geprek akan terperosok ke dalam lembah kemiskinan.

Beda dengan kapitalisme, sosialisme menilai masalah ekonomi terjadi akibat tidak adanya kesesuaian antara produksi dan distribusi. Maksudnya adalah proses produksi yang dilakukan melibatkan orang banyak, namun dalam pendistribusiaannya hanya dikuasai oleh satu pihak saja. Keuntungan yang dihasilkan dari penjualan sebuah produk hanya menguntungkan para pemilik pabrik kendati banyak buruh yang terlibat dalam proses produksi.

Sistem ekonomi sosialis yang muncul di akhir abad ke-18 dan di awal abad ke-19 merupakan reaksi dari perubahan ekonomi dan sosial akibat revolusi industri. Sistem ini sangat menguntungkan para pemilik modal dan menyekik para buruh. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan keadilan sosial, semua bentuk produksi, alat produksi dan kegiatan distribusi harus diurus oleh pemerintah. Setiap orang tidak berhak memiliki kekayaan pribadi.

Menurut sistem ini, santri dinilai dirugikan karena kiriman tidak sesuai dengan berbagai macam kegiatan pondok yang wajib diikuti. Kegiatan pondok yang banyak, sejak pagi sampai pagi lagi, mengharuskan kiriman yang banyak pula. Bukankah mengikuti berbagai kegiatan itu membutuhkan energi yang sangat banyak? Butuh makan yang banyak?

Hanya pengurus pondok yang tahu akan kehidupan dan kebutuhan santri. Oleh karena itu, perihal penentuan jumlah kiriman santri, hanya pengurus atau pengasuh pondoklah yang berhak menentukannya. Setiap wali santri harus tunduk kepada ketentuan itu dengan mengirim santri sesuai jumlah yang sudah dipatok. Terlarang mengirim kurang atau lebih dari itu.

Selain itu, pengasuh pondok memiliki kuasa penuh atas pengelolaan dan alokasi kiriman santri. Santri tidak boleh memegang kirimannya sendiri. Dengan cara ini, tidak akan ada masalah kiriman santri yang banyak atau sedikit. Tidak akan ada strata sosial santri elit dan sulit. Keadilan sosial pada akhirnya dapat terwujud.

Sementara menurut Islam, masalah ekonomi bukan karena sumber daya yang terbatas atau tidak ada keseimbangan antara produksi dan distribusi, melainkan terletak pada manusia itu sendiri. Manusia adalah penyebab dari masalah ekonomi itu sendiri. Para ahli ekonomi Islam menyandarkan pendapatnya kepada surah Ibrahim ayat 32 dan 33. Allah swt. berfirman:

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً فَأَخْرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلْفُلْكَ لِتَجْرِىَ فِى ٱلْبَحْرِ بِأَمْرِهِۦ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلْأَنْهَٰرَ

Artinya: “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.” [Q.S Ibrahim: 32-33]

Allah sudah menjamin kehidupan manusia. Segala hal yang dibutuhkannya telah disediakan. Akan tetapi, permasalahan ekonomi yang timbul kemudian adalah akibat laku dzolim dan kufur nikmat. Allah berfirman:

إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

Artinya: “Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” [Q.S Ibrahim: 34]

Berdasarkan ini, Muhammad Bakr as-Shadr menyebut dua hal pokok yang menimbulkan masalah ekonomi, yaitu dzalim dan kufur nikmat. Kedzaliman manusia berbentuk sistem distribusi yang buruk sehingga kekayaan tidak merata, sementara kufur nikmat berupa ketidakseriusan atau bahkan enggan mengelola sumber daya alam.

Nah, masalah kiriman santri menurut sistem ekonomi yang terakhir ini adalah santri itu sendiri. Santri dzalim dan kurang bersyukur dengan kiriman yang ia punya. Barang-barang yang padahal tidak dibutuhkan banyak dibeli. Makan harus dengan ayam geprek padahal kiriman pas-pasan. Uang yang seharusnya dibuat hal yang positif, malah dialokasikan ke hal yang dilarang oleh pesantren. Ini adalah bentuk kedzoliman.

Sementara bentuk kufur nikmat santri berupa selalu merasa kurang dengan nikmat kiriman: selalu meminta kiriman lebih tanpa ada kebutuhan yang jelas dan tidak jujur ketika meminta uang untuk membeli kitab. Akibatnya, uang yang diterima tidak berkah dan cepat habis.

Demikianlah, penjelasan permasalahan ekonomi menurut tiga sistem ekonomi, sekaligus pemahaman yang mudah dengan dikaitkan ke persoalan kiriman santri. Semoga tercerahkan!

Gambar oleh <a href=” https://www.freepik.com/free-photo/close-up-coins-saved-energy-crisis-expenses_36291026.htm#page=4&query=Islamic%20economics&position=35&from_view=search&track=ais&uuid=80bcb651-1298-499b-999f-866af4211ee4 “>Gratispik</a

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest

Exit mobile version