Apakah Ada Alquran yang Tercecer? Ini Jawaban Kiai Afifuddin

Apakah Ada Alquran yang Tercecer? Ini Jawaban Kiai Afifuddin

Oleh: Ali Ahmad Syaifuddin
(Santri Mahad Aly Marhalah Tsaniyah)

Pada masa Rasul, Alquran tidak terkumpul menjadi satu seperti mushaf yang kita kenal saat ini. Akan tetapi, Ia tercerai-berai di berbagai lembaran-lembaran, pelepah kurma, batu atau tulang hewan. Bukan tanpa alasan tidak mengumpulkannya menjadi satu. Menurut al-Khuttaby, alasan tidak dikumpulkan dalam satu mushaf adalah demi menjaga dari kemungkinan adanya nasakh terhadap sebagian hukum atau bacaanya.

Ide pengumpulan Alquran baru muncul pada masa khalifah Abu Bakar. Adalah Umar bin Khattab yang mempunyai ide cermerlang tersebut. Saat itu telah terjadi perang Yamamah, dan perang itu banyak membunuh penghafal Alquran. Umar khawatir sebagian Alquran menjadi hilang bersama syahidnya para penghafal Alquran. Akhirnya, ia pun mendesak Abu Bakar untuk segera mengumpulkan Alquran.

Singkatnya, Abu Bakar menyetujui usulan Umar, kemudian menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai eksekutor. Zaid menyanggupi, dan melakukannya dengan sangat ketat dan hati-hati. Diceritakan, beliau tidak mencukupkan diri berpedoman kepada catatan, tapi harus ada dua orang saksi yang menyatakan bahwa yang tertulis adalah benar-benar Alquran yang ditulis di depan Nabi Muhammad saw. Padahal, beliau sendiri sebenarnya telah hafal dengan ayat atau surah yang tertulis tersebut. Bentuk kehati-hatian juga dapat dilihat dari keenganan para sahabat memberikan titik dan harakat.

Alquran kemudian diwariskan kepada generasi setelahnya sampai pada masa saat ini dengan periwayatan yang mutawatir. Apa yang telah tertulis dan terkumpul di dalam mushaf disepakati sebagai Alquran. Dan apapun yang tidak tercantum dalam mushaf berarti bukan Alquran.

Lantas bagaimana bila seandainya ternyata ada yang tercecer atau tertinggal? Senin, 11 Desember 2023, Kiai Afifuddin Muhajir, Pakar Ushul dan Fikih dari timur, memberikan jawaban.

Menurut beliau, syarat menjadi Alquran adalah diriwayatkan secara mutawatir. Tidak masuk akal kalau tidak diriwayatkan secara mutawatir, mengingat banyak sekali faktor yang meniscayakan periwayatan secara mutawatir. Kasusnya hampir sama dengan kabar bahwa khatib Jum’at terjatuh saat berkhutbah. Tidak mungkin kabar ini hanya diberitakan oleh satu orang saja. Peristiwa itu akan dilihat oleh orang satu masjid. Selain itu, peristiwa “khatib yang terjatuh” juga jarang terjadi, sehingga mustahil tidak dibicarakan oleh orang banyak.

Dengan demikian, bila ada yang tertinggal atau tercecer, itu artinya bukan Alquran. Tertinggal atau tercecer menjadi bukti bukan Alquran. Dengan kemampuan hafalan yang sangat baik dan sangat berhati-hati dalam mengumpulkan Alquran, para sahabat tentu tidak akan melewatkannya.

Intaha!

Add a Comment

Your email address will not be published.

Pin It on Pinterest

Exit mobile version